Habib Burguibah dan Sekularisasi Tunisia
Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA *
TRIBUNNEWS.COM - Hari itu begitu cerah. Saya dan Gus Dubes Tunisia, Zuhairi Misrawi, dalam perjalanan menuju Horloge De L'avenue Habib Bourguiba. Berlokasi di Jalan Avenue Habib Bourguiba, Tunis, Tunisia.
Sepanjang perjalanan kami bercerita tentang sosok legendaris ini. Ia betul-betul menjadi penanda zaman. Tunisia bisa merdeka dari protektorat Perancis, sekaligus mengalami modernisasi, berkat kontribusi besar Habib Burguibah.
Burguibah lahir di Monastir, Tunisia, pada 3 Agustus 1903. Keluarga Burguibah berasal dari kelas menengah ke bawah. Namun, ia berhasil menempuh pendidikan di Universitas Paris dan Paris Institute of Political Studies pada 1927.
Keberhasilan dalam belajar di Perancis mengantarkan Burguibah kembali ke tanah airnya. Di Tunisia, Burguibah mulai terjun ke dunia politik pada tahun 1930-an. Ia bergabung dengan gerakan Anti-Kolonial maupun gerakan politik nasional Tunisia.
Baca juga: Tunisia, Sejarah dan Pengaruh Revolusi Melati pada Dunia Arab
Di sini penulis mulai teringat pada pemikiran George Jerry Sefa Dei (2006), yang menulis buku "Anti-colonialism and Educatin: the Politics of Resistance." Jika seseorang betul-betul berhasil dalam belajar dan menuntut ilmu. Ia akan tahu cara memberi yang terbaik bagi bangsa dan negaranya. Ia akan bertahan dan melawan demi negaranya.
Ini memang kenyataan. Setelah pulang dari Perancis, Burguibah menjadi co-founder Partai Neo Destour pada 2 Maret 1934. Dari sini, kita bisa mengambil banyak pelajaran penting dari sosok Habib Burguibah ini.
Pertama sekali, Burguibah memantapkan perjuangannya membela bangsa dan negara. Itu semakin tampak sejak Bourguiba terpilih sebagai Perdana Menteri (PM) Kerajaan Tunisia pada 15 April 1956.
Sebagai PM, program pertama Burguibah adalah mengupayakan kemerdekaan Tunisia dari Perancis. Penjajahan Perancis di Tunisia sejak terbentuknya protektorat pada tahun 1881.
Baca juga: Dari Zaitunah untuk Dunia dan Budaya Tidak Berhijab di Tunisia
Perancis bisa tumbang ketika Burguibah memimpin serangkaian perlawanan militer. Akhirnya, Perdana Menteri Perancis terbang ke Tunisia pada 31 Juli tahun 1956. Pemerintah Perancis mengakui otonomi internal Tunisia.
Selepas mendapat pengakuan Perancis, Burguibah segera membentuk Tentara Militer Tunisia pada 30 Juni 1956. Ia juga berhasil melobi pemerintah Perancis untuk menarik seluruh tentaranya dari Tunisia.
Kedua, reformasi yang dilakukan Burguibah mencakup banyak dimensi. Salah satunya adalah revolusi mental masyarakat Tunisia. Misalnya, sejak 32 Maret 1956, Burguibah menghapus segala hak istimewa para Bey. Kesetaraan sosial dikembangkan. Elite kerajaan (Bey) dianggap setara dengan rakyat biasa. Para Bey ini sudah eksis sejak Dinasti Husaini, 1705.
Ketiga, Burguibah juga melakukan perombakan besar-besaran di bidang pendidikan. Ia mengubah sistem pendidikan ala Masjid Az-Zaitunah menjadi sistem pendidikan ala universitas.