Abdul Aziz al-Tsa’alabi patut dicatat tidak saja sebagai politisi melainkan juga sebagai intelektual. Buah pemikirannya bisa dilihat dari berbagai karya tulis yang dihasilkan. Beberapa karyanya antara lain: Tarikh Syimal Afriqiya, Tarikh al-Tasyri' al-Islami, Falsafah al-Tasyri' al-Islami, Tunis al-Syahidah, al-Kalimah al-Hasimah, dan lainnya.
Ada tiga pokok pemikiran Abdul Aziz al-Tsa'alabi. Pertama, tentang pendidikan dan perbaikan kualitas umat. Ia menentang kejumudan dan mendorong pembaharuan, termasuk memederkakan negaranya. Ia mendorong generasi muda muslim mampu berkiprah di berbagai bidang kehidupan, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, keagamaan dan lainnya.
Dalam pendidikan, Abdul Aziz al-Tsa’alabi mengedepankan pada perbaikan diri sendiri sebelum perbaikan umat. Dengan dalil al-Qur’an bahwa Allah tidak akan mengubah nasib sebuah kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri. Dalam pendidikan, al-Tsa'alabi juga mendorong profesionalisme, di mana seseorang memiliki kepakaran dalam satu bidang ilmu tertentu.
Kedua, pandangan tentang dunia Barat. Menurut Abdul Aziz al-Tsa'alabi, Barat itu bangkit di detik-detik akhir saat umat muslim tenggelam. Andai bukan karena kontribusi peradaban Timur, maka Barat tidak akan mengenal apapun, baik agama maupun filsafat. Hari ini Barat telah menodai kontribusi umat dan peradaban Timur.
Baca juga: Tunisia, Sejarah dan Pengaruh Revolusi Melati pada Dunia Arab
Dalam rangka kebangkitan umat dan peradaban Timur, maka sudah semestinya segala hal positif dari dunia Barat harus diambil, baik di bidang politik, ilmu pengetahuan, militer, keorganisasian, etika, empirisisme-materialisme, dan lainnya. Semua hal positif dari Barat berguna untuk kebangkitan peradaban Timur.
Ketiga, tentang keumatan. Abdul Aziz al-Tsa'alabi tidak memiliki pandangan sempit yang hanya mengedepankan kepentingan bangsa dan negara Tunisia. Sebaliknya, ia ingin kebangkitan seluruh umat muslim. Misalnya, pemikiran Abdul Aziz al-Tsa'alabi ini menginspirasi bangsa Libia untuk melawan kolonialisme Italia pada tahun 1911.
Al-Tsa'alabi juga mendorong Libia untuk meningkatkan bidang militer, materi, dan nilai-nilai lainnya. Tidak saja Libia, Al-Tsa’alabi juga menjadi anggota musytasyar pertama mufti Palestina, Amin Husaini. Abdul Aziz al-Tsa'alabi menjelaskan langkah-langkah politik dan mendorong bangsa Palestina untuk mempersiapkan segala persiapan melakukan jihad demi kemerdekaan dari kolonial Ingris dan Israel.
Abdul Aziz al-Tsa’alabi wafat pada Oktober 1944 dalam usianya yang ke-70 tahun. Namun, jejak pemikirannya untuk menyatukan umat muslim di seluruh dunia, memerdekakan diri dari penjajahan Barat, dan berjuang meningkatkan kualitas peradaban Timur, akan selalu bergema.
Gagasan-gagasan mulia itu tidak akan pernah padam sepanjang zaman. Karenanya, kunjungan penulis ke Universitas Zaitunah mengobarkan kembali spirit dalam dada yang mulai padam. Pemikiran tokoh-tokoh alumni Zaitunah selalu abadi dan kontekstual.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.