TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Intelektual dan filsuf ternama Rusia, Dr Alexander Dugin, memprediksi konflik terbaru Hamas-Israel akan mengubah secara drastis peta konflik global.
Dunia politik Islam semakin terkonsolidasi, dan barat akan benar-benar kehilangan pengaruhnya secara internasional.
Keberpihakan terang-terangan pemerintah AS dan Uni Eropa kepada pemerintah zionis Israel terus menumbuhkan sikap antipati.
Sementara Rusia, China, Iran dan sejumlah negara yang selama ini berseberangan dengan barat, akan semakin mendapat hati di kalangan dunia Islam.
Menurut Dugin lewat akun X-nya, penundaan invasi darat Israel ke Jalur Gaza memberi tanda kuat masalahnya bukan skadar soal cuaca seperti alasan militer Israel.
Baca juga: Siapa Bisa Cegah Eksodus dari Jalur Gaza?
Baca juga: Skenario Terburuk, Jalur Gaza Jatuh ke Tangan Israel
Ribuan kendaraan tempur dan ratusan ribu tentara Israel saat ini telah dimobilisasi sepanjang perbatasan dengan Gaza.
Dilihat dari posisi terakhir mesin-mesin tempur itu, mestinya tinggal menunggu perintah serbu dari pemimpin Israel.
Apalagi sebagian besar penduduk Gaza kini telah meninggalkan bagian utara enklave Palestina, ke selatan yang lebih aman dari target serangan udara Israel.
Militer Israel telah menyebarkan ultimatum sejak Jumat pagi agar penduduk Gaza City dan sekitarnya berpindah ke selatan dalam tempo 24 jam.
Dugin melihat penundaan itu terjadi karena Washington masih belum memberi lampu hijau dimulainya serangan darat.
Pemerintah AS masih mengukur situasi global, mengingat secara serentak sejak akhir pekan hingga Minggu (15/10/2023), gelombang aksi solidaritas Palestina tergelar di berbagai kota besar dunia.
Reaksi masyarakat internasional, juga suara-suara kelompok Islam begitu kuat. Ini ditambah sikap Iran yang cukup agresif memperingatkan Tel Aviv.
Penguasa Qatar yang jadi satu di antara donatur terbesar Hamas dan Palestina, turut memberi lampu kuning jika Israel meneruskan gempuran terhadap warga sipil Palestina.
Dilihat dari situasi terkini yang memberi tanda tidak kondusif bagi strategi geopolitik global Washington, skala serangan darat Israel mungkin tidak akan sebesar yang dibayangkan semula.
Waktunya pun juga tidak akan lama, sepanjang wilayah utara Gaza relatif dibersihkan dari hunian dan aktivitas kelompok Hamas.
Menciptakan perimeter lebih lebar agar aksi-aksi bersenjata tidak pernah lagi mencapai pagar perbatasan Gaza-Israel adalah tujuan minimal.
Perdana Meteri Israel Benyamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant sebelumnya bersumpah akan memusnahkan Hamas dari Gaza, dan menutup selamanya kemampuan militer kelompok itu.
Dalam perspektif ini, AS kemungkinan akan mendukung invasi darat Israel, tetapi juga meredam supaya tidak terjadi aksi total tidak terkendali di lapangan.
Gedung Putih tetap mempertimbangkan kepentingan politik global mereka, supaya tidak kehabisan suara dan pengaruh di dunia Islam.
Meski begitu, sebagai patron dan sekutu terkuat Israel, Pentagon tetap menunjukkan dukungan maksimal kepada pemerintah Yahudi itu.
Armada kapal induk kedua dipimpin USS Dwight Eisenhower telah berlayar ke Laut Tengah. Sebelumnya kapal induk USS Gerard Ford telah lebih dulu tiba.
Kedua armada kapal induk itu mengangkut ratusan jet tempur, hellikopter, pesawat mata-mata, dan amunisi yang cukup untuk mendukung operasi udara dan darat skala besar.
Serangan mematikan kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023 memang telah mengubah skala konflik Hamas dengan Israel.
Sebanyak 1.300 penduduk Israel dan sejumlah warga negara asing tewas di berbagai lokasi yang diserbu dari darat, udara dan laut. Sekira 130 warga Israel ikut disandera di Gaza.
Ribuan orang lainnya terluka di berbagai permukiman dan kota-kota besar terdekat, seperti Sderot dan Askhelon.
Sebaliknya sejak serangan itu, Israel telah menewaskan sedikitnya 2.300 penduduk Gaza, termasuk sedikitnya 1.500 petempur Hamas.
Tak terhitung lagi kerusakan bangunan di Gaza akibat bombardemen Israel. Minimal 1,1 juta warga Gaza terancam kehilangan wilayah hunian selamanya.
Situasi di Gaza saat ini benar-benar kritis. Pasokan listrik, air, medis, dan bahan pangan serta akses warga Palestina telah dihentikan Israel.
Dua peristiwa ini, serangan Hamas dan aksi balasan Israel, kengeriannya belum pernah terlihat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.
Katastrofik kemanusiaan sudah di ambang mata. Satu-satunya jalan yang dianggap bisa menyelamatkan warga Gaza adalah membuka koridor ke Mesir.
Skema ini diam-diam dirundingkan pemerintah AS, Israel, Qatar, Mesir. Menlu AS Anthony Blinken berusaha melobi penguasa Kerajaan Saudi terkait opsi ini.
Blinken secara marathon melakukan reli pertemuan di Israel, Yordania, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Hasilnya belum diketahui.
Di sisi lain, Menlu Iran juga maraton ke Suriah, Lebanon, dan juga menemui pemimpin politik Hamas di Qatar.
Perang antara Israel dan Hamas serta warga Palestina lain, tidak bisa dihindari akan membuka konflik baru yang lebih kuat dan melebar ke Sebagian Timur Tengah.
Perlu usaha luar biasa untuk mencegah peperangan baru itu supaya tidak berakhir aksi bumihangus dan bahkan mengarah genosida oleh Israel terhadap bangsa Palestina.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)