Umat muslim tidak pernah menjadi pemimpin di negara ini, karena mereka lupa pada kekuatan besar mereka, sehingga kaum nasionalis lah yang tampil menjadi pemimpin.
Di awal-awal Era Reformasi, perpecahan ini masih menjangkiti hati umat muslim, khususnya warga Nahdliyyin.
Kita melihat fakta nyata, ketika PBNU melahirkan PKB, ada banyak ulama-ulama NU lain yang mendirikan partai mereka masing-masing, sebut saja: Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), didirikan oleh KH Idham Chalid yang menentang KH Abdurrahman Wahid.
Bukan saja PPNUI, tetapi juga ada Partai Kebangkitan Umat (PKU), yang didirikan oleh KH. Yusuf Hasyim dan Drs. Asnawi Latif.
Lagi-lagi karena ketidaksukaan mereka terhadap PBNU yang membentuk PKB.
Masalahnya, komitmen mengatasi perbedaan menuju persatuan betul-betul terkubur dalam-dalam.
Kesadaran sejarah ini penting sekali, supaya warga Nahdliyyin khususnya mengerti betapa pernyataan Mbah Wahab Hasbullah sangatlah benar.
Mbah Wahab mengatakan, kekuatan NU itu ibarat senjata adalah meriam.
Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar, seolah senjata itu hanya gelugu alias batang pohon kelapa.
Evolusi Propaganda Luar
Andai Mbah Wahab Hasbullah masih membersamai kita hari ini, pastilah beliau akan bersedih hati.
Propaganda luar yang terjadi di zaman beliau masih terus eksis dan berganti wajah hingga hari ini.
Warga Nahdliyyin dipecah-belah dengan banyak cara dan argumentasi yang seolah manis padahal menyesatkan seperti narasi politik kebangsaan dll.
Betapa massif dan terstruktur propaganda "luar" yang berhasil menyusup ke dalam tubuh NU.
Seakan-akan narasinya sangat ideal, manis, indah dan benar.