News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Kanselir Scholz Ingin Bujuk China? Misinya Tidak Akan Berhasil

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Prancis Emmanuel Macron berjabat tangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) diapit oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kiri) dan Kanselir Jerman Olaf Scholz (kanan) di Istana Mariinsky, di Kyiv, pada 16 Juni 2022.

Ada petinggi Mercedes, Siemens, BMW, akan mengiringi misi Scholz. Tapi agenda Scholz pastinya lebih dari itu, dan dianggap ambisius.

Kanselir Scholz ingin melihat dari dekat upaya yang bisa dilakukan Jerman dalam konteks politik iklim, ketegangan terkait Taiwan, perang di Ukraina, dan hubungan Beijing dengan Rusia.

Ia pun juga berkepentingan mendekati China terkait kedekatannya dengan Iran dan posisinya dalam konflik Palestina.

Dalam konteks perdagangan internasional, bagaimanapun Jerman ada di barisan Washington yang mengobarkan perang dagang melawan Tiongkok.

Barisan barat ini terus-menerus mengancam akan melakukan perang ekonomi yang lebih parah guna menghentikan superioritas China di sektor ekonomi.

Scholz mengekor kunjungan Menteri Keuangan AS Janet Yellen ke Beijing belum lama ini, yang secara lugas membawa daftar tuntutan untuk meredam politik dumping China.

Uni Eropa pun mencerminkan garis yang sama dengan Washington. Suara politik Uni Eropa sama kerasnya terhadap Rusia dan China.

Kelompok radikal Uni Eropa dipimpin Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, yang dulunya adalah Menteri Pertahanan Jerman.

Komisi UE meningkatkan retorika dan tindakan anti-Tiongkok, yang dalam bahasa politiknya mereka sebut sebagai mitra kerja sama, pesaing ekonomi, dan saingan sistemik.

Produk-produk manufaktur China diselidiki, terutama produk kendaraan listrik, turbin angin, dan peralatan medis. Ini jelas menunjukkan respon atas kompetisi dan persaingan dalam ekonomi.

Tapi di sisi lain, para pebisnis Jerman paham, mereka tidak mampu menanggung kebijakan konflik dan agresifitas politik berkepanjangan.

Seorang eksekutif tingkat tinggi di Siemens memperingatkan, memotong manufaktur Tiongkok akan memakan waktu puluhan tahun.

Ini bahasa lain untuk mengatakan, ide itu sangat buruk bagi Jerman. Industri Jerman sangat terpukul ketika pasok migas Rusia dihentikan, dan mereka tak ingin mengulang kesalahan kedua kalinya.

Olaf Scholz barangkali tipe seorang oportunis yang melakukan kesalahan, akibat hegemoni AS yang sulit ditahan sebagai penggerak utama kekuatan NATO.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini