Bagaimanapun secara historis Jerman masih menanggung beban masa lalu, sebagai pihak yang dikalahkan dalam Perang Dunia II.
Dalam posisinya sekarang, Scholz berusaha untuk berbaik-baik dengan Tiongkok, sekaligus mencoba mencari jalan menahan China di Ukraina maupun Timur Tengah.
Beijing membaca Scholz bukan seorang yang terlalu agresif. Opini media Global Times yang dikendalikan Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok menyuarakan pandangan itu.
Apakah misi Scholz akan berhasil? Apakah pengaruhnya kuat di mata Tiongkok?
Tampaknya di mata Beijing, Scholz dan Jerman akan dipandang biasa saja. Kolumnis Russia Today, Tarik Cyril Amar, memaparkan secara baik bagaimana hubungan Jerman-China dan kiprah Olaf Scholz.
Cyril Amar adalah sejarawan dari Jerman yang bekerja di Universitas Koç, Istanbul. Spesialisasinya tentang Rusia, Ukraina, Eropa Timur,dan sejarah Perang Dunia II.
Jerman dan kanselirnya menurut Tarik Cyril Amar dinilai tidak memiliki kedudukan dalam politik internasional.
Pengaruh Jerman dalam hubungannya dengan Tiongkok pun juga dilihat tidak terlampau signifikan.
Secara ekonomi, hubungan Tiongkok-Jerman memang sangat besar dan kompleks. Banyak faktor yang penting; terdapat beberapa indikator yang relevan.
Misalnya investasi asing langsung di China, meski saat ini menurun.
Namun volume perdagangan secara keseluruhan cukup untuk menunjukkan Jerman tidak dapat bernegosiasi dengan Beijing dalam posisi yang kuat atau bahkan setara.
Data ekspor 2023 menunjukkan China masih menjadi mitra dagang terbesar Jerman, seperti yang dicatat oleh Bloomberg.
Hal ini bukanlah hal yang aneh di dunia saat ini: sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, Tiongkok adalah mitra dagang utama 120 negara.
Tiongkok juga merupakan mitra dagang (eksternal) terbesar bagi Uni Eropa secara keseluruhan.