Regu pembunuh yang mengincar Maduro itu terdiri anggota kelompok tentara bayaran eks Green Berret AS, para petualang Kolombia dan oposisi Venezuela.
Operasi itu bisa digagalkan di perbatasan Kolombia-Venezuela. Operasi lintas batas itu jadi ledakan di tengah guncangan politik Venezuela saat oposisi mengklaim diri sebagai pemerintah yang sah.
Kelompok oposisi ini menerima dukungan kuat Washington, sejumlah anggota Uni Eropa, serta beberapa rezim pro-AS di sekitar Venezuela.
Hingga hari ini, Nicolas Maduro masih bertahan dengan politik populisnya, mempertahankan minyak Venezuela dari upaya penjarahan AS dan sekutunya.
Caracas bersahabat kuat dengan Rusia, Iran, dan China, tiga kekuatan baru yang jadi penyeimbang hegemoni AS dan barat.
Bahkan di tengah embargo dan aneka sanksi yang diterimanya, Iran mengirimkan kapal-kapal tanker minyaknya, memasok Venezuela yang kesulitan mengolah kekayaannya sendiri.
Sanksi dan blokade AS membuat Venezuela tidak mampu mengelola kilang minyaknya secara mandiri, karena keterbatasan peralatan dan suku cadang.
Ekonomi Venezuela merosot ke titik sangat rendah akibat embargo Washington. Nilai mata uang Bolivar terjungkir sampai nyaris tidak ada harganya akibat inflasi parah.
Tapi Nicholas Maduro dan Venezuela tetap bertahan, Kelompok oposisi yang didukung AS dan barat gagal mencapai tujuan mendongkel kelompok sayap kiri.
Lantas apa upaya terbaru AS, yang rupanya tetap mengincar Venezuela di tengah krisis minyak dunia akibat konflik di Timur Tengah dan Ukraina?
AS memang tidak terlampau terdampak oleh krisis minyak, seperti yang dialami negara dunia ketiga dan Eropa.
AS masih bisa mendapatkan minyak dari sumur-sumur di Irak dan Qatar. Termasuk sumur-sumur minyak di Suriah utara yang disedotnya secara ilegal.
Enam bulan lalu, tingginya harga minyak di Amerika di tengah sanksi barat terhadap minyak dan gas Rusia membuat pemerintahan Biden berebut mendapatkan lebih banyak pasokan.
Kekuasaan supernya bisa mengatur dari mana pasokan minyak itu datang. Bahkan ia bisa mengambil untung dengan menjualnya kembali ke negara-negara Eropa.