Washington memang tidak bisa mempengaruhi Rusia dan OPEC yang dipimpin Saudi. Tapi mereka bisa menambah atau mengurangi pasokan untuk mengurangi dampak politik domestiknya.
Gedung Putih mempertimbangkan kemungkinan yang bisa mereka ambil. Di sinilah Venezuela menemukan konteksnya.
Washington menawarkan kesepakatan baru dengan Venezuela untuk meringankan beban Amerika soal stok mninyak.
AS juga berusaha meredam Venezuela yang semakin mesra dengan Tiongkok dan Rusia di halaman belakang Washington.
Gedung Putih juga ingin memitigasi mengalirnya migran dari Venezuela ke AS sebagai akibat dari banyaknya warga negara tersebut ingin keluar dari kesulitan ekonomi.
Jadi Washington beralih ke Presiden Venezuela yang sama, Nicolas Maduro. Orang yang tempo hari dilabel sebagai tokoh utama narkoterorisme.
Maduro adalah orang yang sama yang didelegitimasi oleh AS selama bertahun-tahun. Washington mempromosikan Juan Guaido, tokoh oposisi Venezuela sebagai Presiden Venezuela yang sah.
Nicolas Maduro juga dibanderol $15 juta kepada siapa saja yang bisa memberikan jalan untuk menangkap dan menghukum tokoh ini.
Pembalikan sikap drastic ini sangat khas Washington. Mereka berpikir pragamatis belaka. Sepanjang menguntungkan, sebrutal apapun rekam jejak musuh akan dijadikan teman.
Langkah kooperatif Washington dimulai November 2022 saat raksasa migas Chevron, mendapatkan izin untuk memompa kembali minyak Venezuela.
Ini terjadi selang sebulan setelah pengabaian sanksi atas Venezuela. AS berjanji membuka blokir sebagian dana penjualan minyak Caracas yang disita pemerintah AS.
Imbal baliknya, AS mengizinkan raksasa minyak negara Venezuela, Petroleos de Venezuela (PDVSA) mengekspor minyaknya hanya ke pasar AS.
Pembayaran dilakukan anak perusahaan PDVSA di Amerika, Citgo, yang sebelumnya menyita miliaran pendapatan minyak Venezuela yang ada di bank AS.
Sebagian dari dana yang disita itu telah digunakan untuk mensponsori gerakan Juan Guaido, boneka politik model pergantian rezim ala Washington.