News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

The Unit, Sistem Pembayaran Internasional versi BRICS dan Pesan Global dari Rusia

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Rusia Vladimir Putin mengikuti KTT BRICS XV secara virtual melalui konferensi video.

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Rusia baru saja menggelar pertemuan tahunan Forum Ekonomi Internasional St Petersburg (SPIEF) di St Petersburg, atau dulunya bernama Leningrad.

Presiden Rusia Vladimir Putin tampil di podium pembukaan, dan memaparkan sederet masalah krusial yang dihadapi Rusia dan dunia.

Ribuan peserta dari ratusan negara hadir mengikuti forum ini, termasuk pertemuan-pertemuan bersifat bisnis investasi.

Ada banyak drama mengiringi event ini, terutama di barat. Satu di antaranya, aparat AS menyita paspor Scott Ritter.

Mantan inspektur senjata PBB itu hendak hadir jadi narasumber di St Petersburg. Ia dikenal mantan intelijen Marinir AS yang getol mengiritik kebijakan politik militer AS di dunia.

Apa pentingnya konferensi ini? Apa maksud dan tujuan Rusia menggeber forum internasional di Petrograd ini?

Baca juga: Mulai Rontoknya Rezim Uni Eropa Pro-perang Ukraina

Baca juga: Saat Vladimir Putin Bertekad Rusia Akan Menangkan Pertarungan

Baca juga: Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Nafsu Perang Emmanuel Macron

Sesudah forum berakhir, ada sejumlah catatan menarik, sekaligus memberi pesan-pesan penting kepada warga dunia.

Pertama, Presiden Rusia Vladimir Putin tampil mengesankan sebagai sosok orang Rusia Eropa, yang secara rinci menyampaikan pidato mengenai situasi kondisi terkini ekonomi Rusia.

Kesimpulan dari papaannya, saat kekuatan barat menghajar Rusia lewat perang ekonomi total, Moskow membuktikan sebaliknya.

Ekonomi mereka tetap kuat, tumbuh, dan bertahan sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-4 di dunia berdasarkan paritas daya beli (PPP).

Daya tahan mereka terhadap politik isolasi ala barat luar biasa. Barat semula berharap sanksi ekonomi bertubi ke Rusia akan meruntuhkan negara itu.

Ternyata, Rusia justru masih memiliki potensi untuk meluncurkan tidak kurang dari sembilan perubahan struktural besar.

Perubahan ekonomi yang meliputi lingkup federal, regional, dan kota. Mencakup perdagangan global, tenaga kerja hingga platform digital.

Lainnya perubahan teknologi modern, penguatan usaha kecil dan menengah, serta eksplorasi potensi fenomenal dan belum dimanfaatkan di kawasan Rusia.

Ini memperjelas bagaimana Rusia berhasil mengubah posisinya, tidak hanya menghindari tsunami sanksi barat yang ilegal, namun juga membangun sistem yang berorientasi perdagangan global.

Dalam hal ini, bangunan dan jaringan BRICS yang tumbuh menguat, menemukan konteksnya. BRICS bahkan semakin jelas akan diperluas, tidak hanya Brasil, Rusia, India, China dan Afsel saja.

Negara-negara yang tetap bersahabat dengan Rusia sudah menyumbang tiga perempat dari omset perdagangan Moskow.

Apa yang ditawarkan Rusia, tentang penguatan tata dunia yang multi polar, menjadi daya tarik banyak negara yang sudah jenuh dengan unipolaritas ala barat.

Dari kiri: Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengangkat tangan saat mereka berpose untuk foto bersama, di KTT BRICS di Johannesburg pada tanggal 23 Agustus 2023. (ALET PRETORIUS / POOL / AFP)

Kedua, BRICS memberi ruang dan kesempatan perubahan transaksi keuangan perdagangan dan investasi, tidak lagi tergantung pada sistem dolar AS.

Ide ini bisa dibilang terobosan besar di forum St Petersburg. Putin menyatakan bagaimana BRICS bisa bekerja pada infrastruktur pembayaran mereka sendiri, independen dari tekanan/sanksi kolektif barat.

Sistem ini dikerucutkan saat Vladimir Putin menggelar pembicaraan khusus dengan Dilma Rousseff, Presiden BRICS New Development Bank (NDB).

Rousseff membocorkan tentang The Unit. Ini sebuah bentuk pembayaran lintas negara yang apolitis dan transaksional, yang bertumpu pada emas (40 persen) dan mata uang BRICS+ (60 persen).

Dilma Roussef yang mantan Presiden Brasil, juga bertemu Sergey Glazyev, Menteri Ekonomi Makro di Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.

Glazyev, yang sebelumnya memberikan dukungan akademis penuh terhadap konsep The Unit tersebut, menjelaskan semua rinciannya kepada Presiden Dilma.

Mereka berdua sangat senang dengan pertemuan itu. Rousseff yang berseri-seri mengungkapkan dia telah mendiskusikan The Unit dengan Vladimir Putin.

Disepakati akan ada konferensi khusus di NDB di Shanghai mengenai The Unit pada September 2024.

Hal ini berarti sistem pembayaran baru ini mempunyai peluang untuk dibahas pada pertemuan puncak BRICS pada Oktober di Kazan, Rusia.

Selanjutnya diadopsi BRICS 10 saat ini dan BRICS+ yang diperluas dalam waktu dekat. Ada begitu banyak negara menyatakan siap bergabung dengan BRICS.

BRICS ini secara angka, merepresentasikan lebih dari setengah kekuatan dunia, baik dalam hal ekonomi, politik, maupun penduduknya.

Ketiga, perluasan keanggotaan BRICS akan meningkat signifikan. Kualitas sesi terkait BRICS di forum St Petersburg menunjukkan bagaimana mayoritas global kini menghadapi titik sejarah yang unik.

Ini sebuah masa bersejarah dalam 250 terakhir, ketika kelompok negara yang bergabung berkehendak sekuat tenaga demi perubahan struktural di dunia.

Di forum ini didapati informasi tidak kurang dari 59 negara, ingin bergabung tidak hanya dengan BRICS tetapi juga dengan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU).

BRICS semakin jelas bakal muncul sebagai kekuatan penyeimbang, bahkan akan menentukan, perubahan menuju dunia multipolar dan multimodal.

Di tahap awal, sebelum diperluas, sesungguhnya BRICS muncul sebagai forum penyeimbang G7, yang terdiri kekuatan utama barat dipimpin AS.

Rusia karena situasi permusuhan pihak barat, didepak dari forum negara industrialis ini, yang sebelumnya identik dengan forum G8.  

BRICS secara perlahan telah memperkuat jalur perdagangan di sejumlah rute penting. Di antaranya Rute Laut Utara (NSR) dan perluasan Arktik.

Tujuannya, melancarkan rantai pasokan perdagangan global saat ini tidak lagi dapat diandalkan karena dikendalikan barat.

Rute Luat Utara (NSR) dianggap lebih cepat, lebih murah, dan dapat diandalkan. Selanjutnya rute itu akan dikombinasikan dengan rute selatan atau Koridor Transportasi Internasional Utara Selatan (INSTC).

Aktor utama INSTC adalah Rusia, Iran dan India, yang semuanya anggota BRICS. Aktor-aktor marginal yang mendapat keuntungan dari INSTC mulai dari Kaukasus hingga Asia Tengah dan Selatan.

Hampir semua negara di rute ini menyatakan diri tertarik menjadi bagian BRICS+, karena akan mendapatkan efek positif untuk lebih maju.

Isu lain yang tak kalah penting mencakup Kemitraan Eurasia Raya (GEP). Ini masalah menarik yang akan menyambungkan GEP dengan SCO, EAEU dan ASEAN.

Kerjasama besar ini akan melengkapi struktur transportasi, logistik, energi dan pembayaran di seluruh Eurasia.

Menariknya, pemerintahan Taliban Afghanistan yang ada di titik penting Euroasia, turut hadir dan berinteraksi di sesi diskusi topik ini di St Petersburg.

Jadi secara umum maupun khusus, SPIEF tahun ini benar-benar memberi harapan besar terwujudnya tata dunia baru yang tidak lagi hegemonik dan dikuasai satu pihak saja.

Forum ini secara kontras menunjukkan perbedaan dengan proyek kolektif barat di Ukraina yang menunjukkan kehancuran dan keruntuhan.

Vladimir Putin dalam pidatonya menanggapi pertanyaan audiens, menyatakan tekadnya akan memenangkan pertarungan di Ukraina.

Menang baik secara strategis militer maupun politik. Negosiasi damai terbuka, dengan syarat-syarat yang adil dan harus melibatkan pihak yang terlibat perselisihan.

Kolektif barat mungkin menghidupkan kembali solusi Istanbul, seperti yang dikatakan Putin, namun memodifikasinya berdasarkan realitas baru di medan perang.

Putin juga dengan cekatan meredakan semua paranoia nuklir yang dibuat-buat dan tidak masuk akal yang merasuki kalangan Atlantikis.

Forum St Petersburg juga berhasil menggaungkan kesadaran penuh mengenai keputusasaan kaum hegemonik yang dipicu penghasutan perang yang disamarkan sebagai upaya bela diri.

Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emannuel Macron yang bertemu di Paris pekan lalu, masih bersikap sama tentang paranoia kaum imperialis.

Keduanya menyatakan, Vladimir Putin tidak akan berhenti di Ukraina saja. Eropa menurut mereka akan diserbu satu persatu.

Ini sebuah narasi provokatif, yang bertujuan membawa negara-negara Eropa lain yang  tergantung NATO, untuk terus melawan Rusia lewat proksi Ukraina.

Tapi angin perubahan sedikit berhembus di parlemen Uni Eropa. Terdapat pembalikan suara dukungan masyarakat di negara-negara kunci, seperti Prancis, Belgia, dan Jerman.

Kelompok konservatif, kanan, dan sosialis memenangi Pemilu Parlemen Uni Eropa.

Ini mungkin akan segera mengubah peta sikap Uni Eropa terhadap perang di Ukraina.(Setya Krisna Sumarga/Editor Seneior Tribun Network)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini