Tapi Washington akan membiarkan Israel menyerang target-target terkait Iran di Yaman, Suriah, Irak, dan tentu saja Lebanon.
Sebagaimana halnya serangan bom penyeranta, walky talky, dan peranti elekronik lain ke Lebanon beberapa waktu lalu, semua dikerjakan Israel atas restu Gedung Putih.
Begitu pula eksekusi Sayyid Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah Lebanon, juga dilaksanakan pasti setelah mendapat persetujuan pemimpin Amerika Serikat.
Ini jamak terjadi, sekalipun semua elemen elite negeri Paman Sam menepis keterlibatan mereka. Ini sudah rahasia umum bertahun-tahun dari kebijakan ambiguitas ala Amerika.
Gaya politik mendua terlihat saat Presiden Joe Biden memerintahkan Pentagon membantu Israel menembak rudal-rudal yang diluncurkan Iran sebelum mencapai Israel.
Teheran menyatakan, sudah memberitahu Amerika lewat saluran diplomatik perihal rencana mereka menyerang Israel, beberapa saat sebelum tombol peluncuran rudal ditekan.
Sejumlah rudal balistik Iran akhirnya rontok di wilayah Yordania, gurun Negev, dan sebagian hancur dan jatuh akibat cegatan rudal Israel, Yordania, kapal perang Inggris maupun Amerika.
Iran mengklaim 90 persen rudal mereka menghantam target. Video yang beredar menunjukkan sistem pertahanan Kubah Besi atau Iron Dome Israel kedodoran menangkis serangan Iran ini.
Lalu, apa yang akan dilakukan Amerika menghadapi Israel yang marah dan ingin membalas serangan Iran itu?
Kita bisa melihat dari apa yang terjadi di Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB di New York Rabu malam WIB.
Pernyataan-pernyataan tajam muncul di antara diplomat AS, Rusia, Aljazair, Inggris, dan lain-lain.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengutuk serangan Iran ke Israel. Ia mengajak Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan kutukan terhadap Iran.
Apa yang dilakukan Iran menurutnya aksi terorisme, bukan usaha membela diri, sehingga tidak bisa diterima untuk alasan apapun.
Linda Thomas-Greenfield mengemukakan pendirian Amerika Serikat yang membela hak Israel untuk mempertahankan diri atas serangan itu.