News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Global Views

Droping Jet F-16 Belanda ke Ukraina Takkan Ubah Jalannya Perang

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersama rombongan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte melihat jet tempur F-16 di hanggar di Pangkalan Udara Militer Eindhoven di Eindhoven pada 20 Agustus 2023.

Ironisnya, Macron juga yang membawa Prancis sebagai sponsor penting Ukraina dengan bantuan aneka peralatan tempur modernnya.

Macron juga tokoh Eropa yang menggagas pembentukan pasukan Eropa, dan diharapkan bisa diterjunkan ke Ukraina.

Meski Uni Eropa dan NATO begitu agresif menjalankan kebijakannya di Ukraina, ada sejumlah kecil anggota mereka yang sejak awal perang memilih berbeda.

Hungaria dan Slovakia tegas-tegas menolak ikut membantu Ukraina, baik dana maupun sarana perang.

Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan Presiden Slovakia Robert Fico menghendaki pengakhiran konflik Rusia-Ukraina.

Keinginan yang ditentang Volodymir Zelensky, yang belakangan mengajukan proposal kemenangan atau victory plan, yang menolak semua syarat perdamaian versi Moskow.

Realitas konflik Ukraina per hari ini menyajikan kenyataan yang sangat berbeda dengan harapan Volodymir Zelensky.

Kota Ugledar di Republik Rakyat Donetsk belum lama dibebaskan dan jatuh ke tangan Rusia. Tanpa menunggu lama, pasukan Moskow melanjutkan gerak maju ke sekitar kota itu.

Kejatuhan Ugledar memperlihatkan, Ukraina sudah tidak mampu lagi membalikkan keadaan, walau masih berusaha mempertahankan ofensif lintas batasnya di Kursk Rusia.

Bagi elite barat, apa yang disebut Zelensky sebagai rencana kemenangan, tidak menunjukkan agenda-agenda yang mengesankan.

Sebab, Ukraina terbukti semakin kedodoran menyiapkan sumber daya baru tentaranya untuk membalikkan keadaan.

Di berbagai video dan foto yang dipublikasikan media sosial Ukraina, rekrutmen dan mobilisasi tentara baru berlangsung di bawah paksaan.

Hasilnya, mobilisasi menghasilkan stok tentara yang rendah spirit, dan kebanyakan umurnya sudah terlalu tua untuk bertempur di medan yang sangat sulit.

Generasi muda atau dewasa Ukraina kini banyak yang kabur dan bermukim di luar negeri, sebagai pengungsi.

Diperkirakan sekurangnya 6 juta orang Ukraina kabur dari negaranya sejak awal perang. Mereka tersebar di Eropa, Amerika, dan sebagian lari ke Asia.

Mantan penasihat Volodymir Zelensky, Alexsey Arestovich, yang didepak dari jabatannya, memperingatkan tiga bulan ke depan akan jadi masa sangat menentukan bagi Ukraina.

Rusia akan memanfaatkan momen musim dingin dan kehancuran infrastruktur energi Ukraina guna memaksa Kiev duduk di meja perundingan.

Belanda mungkin hanya mematuhi komitmen sebagai anggota NATO dan Uni Eropa, yang ingin membuat Rusia lemah dengan memperpanjang perang di Ukraina.

Mereka tidak memperhitungkan, upaya terus mempersenjatai Ukraina hanya akan mempercepat perubahan tata dunia yang semakin ke sini meninggalkan imperialisme barat.

Rusia di sisi lain berhasil menggalang negara-negara berkembang atau Global South, membuat jejaring ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, bahkan militer.

Vladimir Putin menjelang akhir bulan ini akan menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi BRICS Plus di Kota Kazan.

Ada begitu banyak negara terlibat, termasuk kekuatan strategis China, Brazil, India, dan Afrika Selatan sebagai representasi benua Afrika.

Kita akan segera melihat hadirnya super power baru bernama BRICS, yang mungkin akan segera menenggelamkan hegemoni barat.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)

 

 

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini