AMP menggambarkan, betapa “berantakan” kondisi Brigif saat mereka datang. Bukan saja tandus dan gersang, tetapi tumpukan sampah menggunung di sejumlah titik, dan menyebarkan aroma tak sedap. Masih ditambah berbagai kasus “kenakalan” prajurit.
AMP ingat betul, hal pertama yang dilakukan Dan Brigif Doni Monardo adalah mendisiplinkan prajuritnya. Bukan latihan kesamaptaan, raider, latihan taktis, atau yang lain, tetapi membersihkan sampah di area brigade seluas 301 hektare itu.
“Saya ingat, dalam dua bulan tak kurang dari 350 rit truk sampah kami keluarkan dari markas brigif. Sampai-sampai anggaran bensin habis untuk mengangkut sampah,” kenang AMP.
Setelah bersih, barulah dilakukan penghijauan dengan penanaman trembesi. Disiplin personil juga ditingkatkan. Kualitas SDM dibangun dengan menghidupkan aktivitas masjid dan gereja.
Sejak itu, markas Brigif Kariango menjadi bersih dari sampah. Namun apa daya, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Habbit membuang sampah sembarangan, masih belum hilang. Termasuk kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan.
Langkah penertiban berikutnya diberlakukan peraturan, setiap prajurit –terutama yang merokok– wajib mengantongi kaleng bekas semir. Selesai merokok, matikan dan simpan puntungnya di kaleng semir, untuk nanti dibuang di tempat sampah.
Apakah persoalan puntung rokok selesai? Tidak! Dalam inspeksi rutin, Doni masih menemukan satu-dua puntung rokok di jalanan. Seketika Doni memerintahkan prajurit yang mendampinginya untuk memungut dan memakannya. Padahal, mungkin bukan dia yang membuang puntung rokok itu.
Untuk diketahui Doni bukan anti perokok, tapi ia anti kepada orang yang merokok di tempat sembarangan dan membuang puntung rokoknya juga secara serampangan.
Prajurit satu brigade “gempar” oleh kabar komandan menghukum prajurit memakan puntung rokok yang dibuang sembarangan. Tidak butuh waktu lama, sejak itu prajurit perokok selalu mengantongi kaleng bekas semir. Area Brigif semakin bersih.
AMP saat itu bahkan “men-challenge” rombongan tamu dari pusat, apakah itu dari Kostrad, Mabesad, atau Mabes TNI. Kalau ada yang menemukan puntung rokok di area Markas Brigade, disediakan uang lima-ratus-ribu rupiah. Dan Kas Brigif tidak pernah mengeluarkan uang itu, karena memang sudah tidak ada lagi puntung rokok terbuang sembarangan.
Terpikat Trembesi
Melalui kerjasama dan bantuan Andi Tenri “Onny” Gappa (meninggal dunia 10 Oktober 2014), Doni mendapatkan 20.000 bibit trembesi. Sejak itulah, hari-hari Doni dan AMP dipenuhi kesibukan penanaman trembesi di seluruh area Brigif.
“Hampir tiap hari saya satu mobil dengan beliau. Yang kami bahas hanya dua. Pertama adalah kesejahteraan prajurit dan kedua soal pohon. Sampai saya perhatikan gallery HP beliau isinya foto pohon semua,” kenang AMP, sambil tertawa.
Kesan yang tertanam di benak AMP adalah komitmen yang kuat dalam menjaga lingkungan. Selain itu, kerja keras. “Pesan beliau adalah jangan berhenti berbuat baik, karena manfaatnya pasti akan dirasakan orang lain,” katanhya.
Penghijauan di markas Kariango, meminjam istilah anak muda, “gas pol”, tidak ada istilah kendor. Penyiraman pohon dilakukan secara rutin. Mesin air menyala hampir 24 jam.