Para pegawai juga dapat menikmati reward atau penghargaan dan pelindungan, ketika dapat melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh atasan maupun pegawai lainnya, terutama yang terkait dengan pungli dan suap (whistleblowing).
Demikian pula penguatan terhadap Inspektorat dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pegawai, dimulai dari audit atau penilaian yang terukur terhadap rekan kerja dan sistem pengawasan melekat. Prinsip vicarious liability dapat diterapkan untuk mengefektifkan sistem pengawasan dan penggunaan kewenangan secara bertanggung jawab (responsibilitas).
Strategi selanjutnya adalah pembangunan transparansi dan akuntabilitas publik yang konkrit dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Setiap lembaga harus berbenah dengan meningkatkan transparansi dan keterbukaan informasi terhadap masyarakat dan membuka akses publik seluas-luasnya.
Hal ini untuk memberikan pertanggungjawaban kepada publik tentang responsivitas, jalannya birokrasi, informasi dan layanan publik, akuntabilitas kerja, maupun kualitas hasil atau output kerja.
Strategi ini untuk menghindari adanya dugaan atau asumsi terhadap kinerja birokrasi sekaligus menjadi pengawas terhadap kelemahan atau kekurangan dari sistem dan layanan publik yang dijalankan, sekaligus menutup celah yang dapat dimanfaatkan oleh mafia atau terjadinya pungli.
Terakhir menurut saya adalah pentingnya memberikan dukungan sumber daya organisasi yang cukup dan tepat sasaran. Dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang memadai terhadap sektor-sektor yang cukup rentan dan strategis harus dapat terpenuhi.
Sektor seperti layanan publik dan penggunaan kewenangan harus diisi dengan Sumber Daya Manusia yang terbukti dan teruji profesionalitas dan integritasnya.
Namun di sisi lain juga harus terperhatikan kesejahteraan atau tunjangan kinerja yang memadai. APBN kita jangan samai terbebani justru dengan pengisian jabatan atau pegawai yang tidak perlu atau alokasi anggaran yang besar ke bidang-bidang yang masih belum menjadi prioritas atau memenuhi kebutuhan publik secara langsung.
Kebijakan harus menyasar pada kebutuhan publik secara langsung, misalnya kesejahteraan hakim di daerah untuk operasional hakim dan persidangan, anggaran untuk Anggota Polri di wilayah-wilayah pelosok terutama bagi anggota yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, atau aparat kesehatan atau kedaruratan yang menjadi first response, atau alokasi untuk pengembangan digitalisasi atau otomatisasi sistem layanan publik dan pengawasan terhadap transparansi dan akuntabiltas layanan.
Hal-hal seperti ini yang seharusnya menjadi prioritas alokasi anggaran suatu kementerian atau lembaga. Strategi ini tentu akan jelas meningkatkan kredibilitas atau tingkat kepercayaan/kepuasan terhadap Pemerintah.
Anggaran dan SDM harus dialokasikan di tempat-tempat yang dapat memperluas jangkauan Pemerintah kepada masyarakat, daripada hanya sekedar menambah jabatan atau SDM dan sarprasnya, tanpa memikirkan skala prioritas terhadap kebutuhan publik, yang justru akan membebani anggaran.
Pada saat ini, kita tentu akan menunggu bagaimana kelanjutan dari penanganan kasus penyalahgunaan kewenangan di Komdigi maupun kemampuan aparat penegak hukum untuk mengungkap kartelisasi judi yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia.
Kita menunggu keberanian dan ketegasan Pemerintah dalam mengungkap seluruh jaringan dan aktor utama dari mafia judi online, termasuk pengungkapan terhadap pejabat tinggi yang terlibat, hingga tuntas ke akar-akarnya.
Lebih jauh lagi, masyarakat juga menunggu bagaimana kebijakan Pemerintah dalam melakukan perbaikan diri (revolusi mental) maupun penguatan transparansi dan akuntabilitas institusi berdasarkan good governance dalam rangka meraih kepercayaan masyarakat yang tinggi dan bukan hanya sekedar hasil survei-survei di atas kertas.