Survei Rokok Ilegal Keluaran UGM Tunjukkan Peredaran Rokok Ilegal di Tahun 2018 Turun Menjadi 7,04%
“Melalui program PCBT, Bea Cukai secara intensif dan masif melakukan penindakan rokok ilegal, operasi pasar, dan kampanye anti rokok".
Editor: Content Writer
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan c.q. Bea Cukai bekerja sama dengan Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (FEB UGM) telah melakukan survei rokok ilegal 2018.
Kegiatan dua tahunan yang telah dilakukan sejak tahun 2010 ini bertujuan untuk mengestimasi persentase pelanggaran cukai rokok ilegal yang dilakukan oleh industri rokok secara nasional dan menghitung proporsi pelanggaran cukai rokok ilegal berdasarkan tipe pelanggarannya.
Survei rokok ilegal dari P2EB UGM tersebut telah dilakukan di 426 Kota/Kabupaten di Indonesia. Hasilnya, diketahui bahwa terdapat penurunan presentase rokok ilegal di tahun 2018, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil survei tersebut tingkat peredaran rokok ilegal secara nasional turun menjadi 7,04% dibandingkan di tahun 2016 sebesar 12,14%.
Tipe pelanggaran masih didominasi oleh rokok polos atau rokok yang tidak dilekati pita cukai sekitar 52,6% dari total rokok ilegal, dilanjutkan rokok dengan pita cukai palsu, rokok dengan pita cukai salah peruntukan, rokok dengan pita bekas, dan rokok dengan pita cukai salah personalisasi.
Dari hasil survei tersebut juga diketahui bahwa nilai pelanggaran atas non-compliance oleh industri sekitar Rp909,45 Miliar. Nominal ini turun dari survei sebelumnya di tahun 2016 yang mencapai sekitar Rp2,4 triliun atau dengan kata lain ada potensi penerimaan negara yang dapat diselamatkan sekitar Rp1,5 triliun apabila membandingkan nilai pelanggaran non-compliance tahun 2016 – 2018.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi menyatakan bahwa penurunan peredaran rokok ilegal ini tentu tidak terlepas dari upaya pengawasan jajaran Bea Cukai melalui program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) yang dicanangkan pada tahun 2017 dan masih terus digalakkan hingga saat ini.
“Melalui program PCBT, Bea Cukai secara intensif dan masif melakukan penindakan rokok ilegal, operasi pasar, dan kampanye anti rokok ilegal baik secara berkala maupun bersama dengan Kementerian/Lembaga lain,” ungkap Heru.
Hingga 14 September 2018, DJBC telah melakukan 4.062 penindakan terhadap rokok ilegal, jumlah ini naik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3.966 penindakan.
Penindakan yang terus meningkat ini merupakan salah satu bukti keseriusan DJBC dalam penegakkan hukum di bidang cukai dan memberikan keadilan bagi para pengusaha rokok yang selama ini taat terhadap aturan yang ada.
Heru menambahkan bahwa penurunan rokok ilegal di tahun 2018 juga memberi dampak terhadap sektor ekonomi di antaranya menurunnya peredaran rokok ilegal dari 12,14% menjadi 7,04% membuka potensi pasar untuk diisi oleh pasar rokok legal sekitar 18,1 miliar batang, penerimaan hingga periode Juli year on year (yoy) masih on the track atau tumbuh 14,4%, Hal ini salah satunya didorong oleh peningkatan volume rokok legal sekitar 1,7% (yoy).
“Dengan peningkatan volume tersebut tentunya mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja atau buruh linting baru sekitar 250 orang atau setara dengan peningkatan jam kerja produksi mesin meningkat sekitar 1,3 kali lipat dari biasanya. Dari sisi pengendalian, dengan beralihnya konsumen merokok yang legal, maka tingkat affordabilitasnya lebih tinggi (less affordable). Kondisi tersebut diharapkan akan semakin menekan prevalensi. Hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen tahun 2017 bahwa di level nasional, prevalensi perokok laki-laki dewasa menurun signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya di mana tren penurunan ini terjadi sejak tahun 2013,” pungkas Heru.(*)