Anda Tahu Arti Dorobo Nenkin Shinjirarenai?
Apabila kita naik kereta api di Tokyo, yang ada hanya iklan berbahasa Jepang. Bagi yang tak mengerti
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Apabila kita naik kereta api di Tokyo, yang ada hanya iklan berbahasa Jepang. Bagi yang tak mengerti pasti hanya bengong, melihat desain saja, warna dan gambar yang tersaji, tapi tak mengerti artinya. Bagi yang mengerti bahasa Jepang, pasti seru membaca iklan tersebut.
Sebuah majalah Jepang mengiklankan dengan font sangat besar, Dorobo Nenkin Shinjirarenai. Artinya, perampok uang pensiunan keterlaluan. Memang beberapa waktu lalu kasus uang pensiunan sangat hangat di Jepang. Sedikitnya 400 juta yen atau sekitar Rp 46,9 miliar (kurs Rp 104 per yen) dari 153 kasus uang pensiunan, ternyata masuk kantong pribadi oknum pemerintah Jepang. Mereka dipastikan kena jerat tindak pidana dan pasti masuk penjara.
Sejak lama orang Jepang selalu menabung untuk hari tuanya, sekaligus meng-cover dirinya dalam asuransi jiwa yang umumnya dikelola pemerintah. Masyarakat sangat percaya kepada pemerintahnya. Tapi kepercayaan itu luntur setelah terungkap ratusan miliar yen hilang di tahun 2007. Bukan itu saja, warga Jepang kini dalam keadaan resah, takut menghadapi hari tuanya yang dianggap menjadi tidak menentu karena ada kemungkinan dianggap tidak bayar uang pensiun. Ketidakpercayaan ini sempat menghantam partai politik terbesar partai liberal demokratik (LDP) yang sedang berkuasa saat ini. Bahkan salah satu alasan jatuhkan PM Jepang Shinzo Abe tahun 2007, selain alasan kesehatan, juga karena kasus nenkin ini. LDP saat itu dianggap tidak becus mengatur pemerintahan sehingga warganya resah akan masa depannya.
Apa yang dapat kita pelajari dari kasus itu? Kepercayaan teramat sangat penting di Jepang. Cukup sekali tak perlu dua kali. Di dunia bisnis kepercayaan ini bahkan lebih penting lagi. Salah bicara sedikit saja sudah merepotkan kita. Siaplah bangkrut apabila sekali saja sudah mengecewakan orang lain karena kuchikomi (berita dari mulut ke mulut) sangat cepat sekali beredar di masyarakat Jepang. Apalagi dengan kecanggihan IT (internet) saat ini.
Ingat kasus perusahaan Fujiya karena terbukti menjual produk makanan dengan tanggal batas akhir dapat dimakan, dipalsukan, dimundurkan satu bulan. Perusahaan merugi besar dan untuk menyelamatkan diri, akhirnya merger (kata halus menjual perusahaannya) dengan perusahaan lain.
Masih mengenai kepercayaan, hanya berdasarkan pembicaraan, penulis berhasil menempatkan iklan ukuran A5 di sebuah majalah Jepang, gratis, dan iklan majalah itu dimuat di sebuah penerbitan Jakarta, juga gratis. Kata orang Indonesia, barter. Padahal kalau bayar pasang iklan di majalah Jepang itu dengan ukuran A5 dan full-color, bisa mencapai satu miliar rupiah, karena oplahnya puluhan ribu, di negara termahal di dunia ini.
Semua itu hanya berdasarkan kepercayaan. Percaya dari mulut ke mulut saja tanpa perlu hitam atas putih. Namun semua harus dipenuhi dengan baik, karena pembicaraan adalah janji dan haruslah ditepati, tak ada alasan apa pun untuk mengingkarinya. Apabila memang benar-benar tidak dapat dipenuhi, biasanya pembuat janji akan mengganti dengan benda yang mahal sebagai tanda permintaan maafnya.
Tidak seperti di Indonesia, seorang teman dengan bisnis besar punya kontrak dengan tebal sampai 5 cm, ujung-ujungnya malah masuk pengadilan, ada ketidakbenaran dalam pelaksanaan kontrak. Lha, apa artinya kontrak sampai detil bahkan tebal sekali itu?
Karena itu sebagai pengusaha yang ingin bernegosiasi atau berbisnis dengan kalangan pengusaha Jepang, sebaiknya untur Kepercayaan, sangatlah diperhatikan.
Kontrak tertulis pengusaha Jepang biasanya hanya dilakukan pada proyek raksasa dengan dana ratusan juta yen atau miliaran yen.
Biasanya kontrak sangat detil dan di sinilah umumnya kelemahan orang Indonesia. Malas membaca kontrak sampai detil dan hanya percaya saja lalu tandatangan. Saat terjadi masalah, barulah kesulitan luar biasa bahkan menyalahkan pihak lawan.
Setelah kontrak jadi pun, kebiasaan orang Jepang membacakan kontrak itu dan menanyakan apakah kita mengerti tidak? Sehingga jelas bersama-sama, tidak "menang-menangan" sendiri.
Dalam operasi kerjasama dua pihak antara pengusaha Jepang dan pengusaha Indonesia, juga sering terjadi salah pengertian. Ada contoh, sebuah surat diluncurkan orang Jepang kepada pengusaha Indonesia. Bagi pengusaha Indonesia mungkin dianggap sudah terjawab sebelumnya (dengan bicara) atau mungkin dianggap kurang penting, sehingga surat dari Jepang itu akhirnya tidak dijawab. Hanya karena surat saja, tidak dibalas, masalah besar akhirnya muncul dalam bisnis kedua belah pihak.
Bagi pengusaha Jepang, tingkah laku dan etika bisnis sangat penting. Satu bukti sangat sederhana, dalam mengangguk (ojigi) menghormati pihak lawan biasanya tak berhenti, terus menerus mengangguk. “Kapan sih berhentinya?” tanya seorang pengusaha Indonesia. Penulis menjawab, tidak akan berhenti. Itu semua dari feeling (naluri) saja dan rasa penghormatan. Kalau dirasa cukup, barulah berhenti. Memang tidak mudah mengerti orang Jepang, tapi bukan tidak mungkin mempelajarinya asal kita tekun, rajin dan mau disiplin sesuai etika bisnis umumnya. Tak lupa, cobalah pelajari bahasa dan budayanya.
Informasi lengkap lihat: http://www.tribunnews.com/topics/tips-bisnis-jepang.
Konsultasi, kritik, saran, ide dan segalanya silakan email ke: info@promosi.jp
*) Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang