Ini Beda Otak Orang Indonesia dan Jepang Kalau Bicara Bisnis
Apa beda bisnis atau kerja yang dilakukan orang Indonesia dan orang Jepang? Perbedaan pasti dan
Editor: Widiyabuana Slay
Richard Susilo *)
TRIBUNNEWS.COM - Apa beda bisnis atau kerja yang dilakukan orang Indonesia dan orang Jepang? Perbedaan pasti dan nyata adalah, orang Jepang berpikir seribu satu kali, teliti sampai detail, makan waktu, benar-benar terjamin, menguntungkan, barulah melakukan kerja. Sebaliknya orang Indonesia pokoknya jalan dulu, baru mikir belakangan. Banyak sekali akibatnya tapi kita tak bicara soal itu.
Kenyataan seperti itu kelihatan sekali saat Ketua DPRD Ginanjar Kartasasmita berbicara Rabu 20 Februari 2008 di Hotel Okura Tokyo, di depan sekitar lima puluh orang Jepang baik anggota parlemen, pers maupun pengusaha Jepang.
Dalam rangka peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia tahun 2008 lalu, Ginanjar punya ide agar Jepang menerima kiriman seribu atau dua ribu pelajar Indonesia di Jepang sebagai bagian dari pertukaran pelajar, agar mereka mengenal lebih lanjut langsung di tempat (Jepang) budaya dan semua pemikiran Jepang.
“Kalau cuma pengiriman sepuluh dua puluh orang dampaknya kecil sekali ,bisa diabaikan. Tahun ini mungkin bisa dilakukan pengiriman ribuan pelajar Indonesia ke Jepang. Mereka yang masih muda nanti akan menjadi pemimpin di masa depan dan hubungan Indonesia-Jepang akan semakin baik. Lalu berulang lagi 50 tahun mendatang nanti. Kalau Cuma kirim sepuluh dua puluh orang tak akan ada dampak yang kelihatan nyata,” ujarnya, saat itu.
Seorang wartawan Jepang dan pengusaha Jepang kepada penulis menanggapi, hal itu memang sangat baik. Tapi kalau dia mengungkapkan saat ini, hal itu terlambat sekali, kata mereka. Seharusnya Ginanjar mengatakan beberapa tahun lalu. Persiapan itu perlu dilakukan sedikitnya satu tahun sebelumnya.
Mengapa demikian? Pengiriman jumlah besar bukan hanya sulit dilakukan, tetapi persiapan Jepang sebagai tuan rumah perlu dilakukan jauh hari ke berbagai hal. Belum lagi perlakuan serupa harus dilakukan ke negara lain. Kalau tidak demikian akan terjadi rasa iri dari negara lain dan kejadian ini akan disebutkan sebagai diskriminasi negara Jepang terhadap negara lain tersebut. Banyak sekali aspek harus dipikirkan jauh hari, tidak mudah melakukan hal itu walaupun idenya brilliant sekali.
Maksud baik saja tidak cukup. Praktik belum tentu bisa dilakukan dengan mudah. Inilah satu bukti banyak sekali ide kita, banyak sekali keinginan kita, banyak sekali yang langsung melontarkan ke masyarakat segala ide, banyak sekali yang langsung mengoperasionalkan dan menggelindingkan bola, tapi kurang terpikirkan dampaknya lebih lanjut dan lebih luas.
Pada perdagangan juga demikian. Penawaran yang dilakukan, muncul tanggapan dari penjual Indonesia. Mereka ingin segera dilaksanakan, seolah tak sabar. Tidak tahu kalau di Jepang perlu berbagai tahapan berbagai proses untuk dapat melanjutkan permintaan mereka.
Selain rapat dan memantapkan munculnya permintaan, pengusaha Jepang akan memulai dengan awal pembahasan penjaminan. Misalnya, apakah pesanannya dapat dijamin 100 persen setiap bulan dapat dipasok sekian juta barel minyak mentah? Kalau pihak Indonesia dapat menjamin pasokan kontinyu dan stabil itu, barulah masuk proses kedua.
Di bagian kedua menyangkut bahan baku yang bersangkutan. Minyak mentah itu berasal dari mana (menyangkut Country of Origin), bagaimana kualitasnya, berapa harganya, dan sebagainya.
Apabila puas dengan tahapan kedua, memasuki tahapan ketiga mereka akan menanyakan bagaimana proses pengiriman, jaminan pengiriman, asuransi, dan sebagainya.
Barulah mendekati akhir dengan melakukan tawar-menawar harga, apakah termasuk asuransi, dan sebagainya.Terakhir tentu proses pengiriman uang dan jaminan uang agar kedua pihak adil dan tidak dirugikan.
Semua proses tersebut memakan banyak waktu. Itu sebabnya seringkali terdengar orang Jepang selalu lambat dalam pengambilan keputusan.