Kebijakan Dua Harga Bisa Picu Maraknya Joki BBM
Mekanisme dua macam harga BBM bersubsidi, bisa berjalan efektif kalau pasarnya bisa dibedakan.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menetapkan dua macam harga BBM bersubsidi, mencegah defisit APBN lebih dalam. Namun, di sisi lain menimbulkan masalah di lapangan.
Dua harga dimaksud adalah Rp 4.500 per liter untuk premium bagi pesepeda motor dan angkutan umum, serta Rp 6.000 per liter untuk pengguna mobil pribadi.
Ketua DPP Partai Demokrat Ikhsan Modjo mengatakan, mekanisme dua macam harga BBM bersubsidi, bisa berjalan efektif kalau pasarnya bisa dibedakan.
"Namun ini susah. Sebab, misalnya di daerah saya di Jember dan Lumajang, hanya tersedia satu SPBU. Banyak daerah lain di Indonesia di satu kabupaten hanya satu SPBU," kata Ikhsan dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Karena itu, lanjutnya, sangat sukar diterapkan beda SPBU beda harga BBM. Kebijakan ini juga dikhawatitkan menyebabkan mekanisme penyelundupan BBM secara terorganisasi.
"Sopir angkot sudah siap-siap menjadi joki BBM. Beli Rp 4.500 di SPBU, dan dijual Rp 6.000 eceran. Lama-lama buka kantor dekat SPBU," tuturnya.
Karena itu, lanjut Ikhsan, mekanisme pengawasan atas kebijakan ini perlu mendapat perhatian.
"Dalam konteks itu, saya ke BPH Migas cenderung sangat reaktif, ketika ada laporan kekurangan dan kelangkaan BBM, di beberapa daerah kuotanya justru dikurangi. Sudah tahu kurang, malah dikurangi. Otomatis, terjadi kekurangan di beberapa daerah," paparnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.