Buruh Rotan Minim Perlindungan Sosial
Kunjungan Komisi IX DPR RI ke sentra kerajinan rotan Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON -- Kunjungan Komisi IX DPR RI ke sentra kerajinan rotan Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Senin (28/10/2013) sore dimanfaat buruh, perajin dan pengusaha rotan untuk curhat. Tanpa sungkan, mereka mengungkapkan unek-uneknya kepada Ribka Tjiptaning dan kawan-kawan.
Satu di antara unek-unek yang diungkapkan adalah perlindungan sosial dan kesehatan untuk tenaga kerja rotan. "Mungkin kalau tenaga kerja yang bekerja di rotan industri sudah terlindungi oleh perusahaannya, tapi bagaimana dengan buruh rotan di pengesup (industri rumahan)," ujar Ketua Masyarakat Rotan Indonesia, Badruddin Hambali.
Menurut Badruddin, buruh yang bekerja kepada pengesup nasibnya tidak jelas. Perlindungan untuk mereka tidak ada, sehingga jika buruh itu sakit atau kecelakaan biaya pengobatannya ditanggung sendiri oleh buruh. Sementara upahnya juga jauh dari angka kebutuhan. Karena itu, tak jarang buruh harus menjual barang-barang miliknya untuk menutupi biaya pengobatannya.
Sistem kerja buruh pengesup juga tidak beraturan. Sebab pekerjaan dikerjakan di rumah masing-masing. Jika sudah selesai, produk kerajinan rotan buatannya diserahkan kepada pengesup untuk kemudian diberikan ke perusahaan rotan skala besar untuk dijual.
Sistem pembayaran untuk buruh pengesup ini rata-rata borongan. Jika berhasil mengerjakan pekerjaan sesuai pesanan, maka upah bisa diperoleh. Jika sebaliknya, upah akan tertahan.
Menurut Badruddin, jumlah buruh rotan pada pengesup ini lebih besar daripada buruh rotan skala industri. Angkanya 70 persen, dari total tenaga kerja bidang rotan di Kabupaten Cirebon.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Cirebon, Sumartja menyebutkan, jumlah tenaga kerja rotan di Kabupaten Cirebon mencapai 180.000. Angka itu mengalami penurunan dibandingkan masa keemasan kerajinan berbahan baku rotan di Kabupaten Cirebon. "Ketika masa keemasan jumlah tenaga kerjanya menembus 360.000 orang. Itu tenaga kerja langsung ya, belum termasuk pengangkut barang dan lain-lain," katanya, yang juga hadir dalam kunjungan Komisi IX DPR RI kemarin.
Menurut Sumartja, kerajinan rotan merupakan industri padat karya. Karena itu banyak menyerap tenaga kerja. Rata-rata tenaga kerja merupakan warga setempat.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning mengaku akan mencarikan solusinya. Menurut dia, masalah ini tidak bisa dibiarkan karena rotan merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia. "Ibarat batik, rotan juga tak bisa dipisahkan dari bangsa ini," ucapnya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Sunaryo mengatakan, sebenarnya hubungan pengusaha dan pekerja rotan di Cirebon harmonis. Terbukti belum pernah ada polemik di antara kedua belah pihak. Namun soal perlindungan untuk buruh pengesup memang harus menjadi perhatian tersendiri. (roh)