Ratifikasi Tembakau Bisa Memicu Pengangguran
Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dapat memicu pengangguran
Editor: Budi Prasetyo
![Ratifikasi Tembakau Bisa Memicu Pengangguran](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20130901_tembakau-iris-banjar_1546.jpg)
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dapat memicu pengangguran. Disisi lain, hal ini juga menunjukkan pemerintah tidak punya nurani.
Hal ini diutarakan Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah. “Memang pemerintah semakin tidak punya hati, dan jelas tidak pro terhadap pekerja dan buruh," tegasnya kepada wartawan, Kamis (14/11/2013).
Dia mengingatkan, jika pemerintah mengambil kebijakan itu, maka pengangguran akan makin besar. Apalagi dari data BPS terkini menyebutkan ada penurunan jumlah angkatan kerja sebanyak 3 juta orang dari Februari 2013 ke November 2013.
"Ini sangat mengkhawatirkan jika FCTC diterapkan. Industri rokok/tembakau yang jelas menyerap tenaga kerja saja kok malah mau diganggu. Apa sih untungnya meratifikasi FCTC? Kok kita ini terkesan di 'setir" oleh dunia luar? Padahal kita ini kan negara berdaulat," ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah harus sadar betul, industri rokok/tembakau di Indonesia unik. Sehingga harus ada cara yang khusus juga dalam menanganinya. Tidak kemudian menggunakan serta merta kebijakan global. Padahal kebijakan global itu mungkin tidak cocok untuk Indonesia.
"Jangan kita terjebak oleh permainan asing. Kita sudah pernah dirugikan dengan mengikuti IMF. Semua negara yang tidak ikut IMF malah bangkit dan selamat, Masa kebodohan harus diulangi lagi?," katanya.
Dia mengingatkan, roadmap industri rokok/tembakau Indonesia harus ditata rapi dulu. Baru kemudian dapat mengadaptasi kebijakan FCTC. Namun sekarang ini, yang terjadi adalah mau mengadaptasi kebijakan asing, sama sekali tidak ada persiapan dalam penanggulangan dampak2 yg akan terjadi.
Lucunya lagi, sambung Poempida, kementerian kesehatan yang katanya penuh dengan orang2 pintar sangat yakin bahwa mengadaptasi FCTC itu tidak ada dampaknya pada industri dan tenaga kerja.
"Kalau yakin mereka dengan opininya, berani tidak mempertaruhkan gelarnya? Kalau kemudian mereka salah gelar-gelar profesornya harus dicabut. Saya yakin pasti mereka tidak mau, karena mereka tidak yakin," ujarnya