Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ratifikasi Tembakau Bisa Memicu Pengangguran

Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dapat memicu pengangguran

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Ratifikasi Tembakau Bisa Memicu Pengangguran
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (27/8/2013). Tembakau yang berasal dari Lombok, Madura, Sumedang, Garut dan tempat lainnya tersebut dikemas di pabrik ini mulai dari kemasan 25 gram hingga 100 gram dengan harga jual mulai Rp 1.500 - Rp 10.000 per bungkus. Pabrik yang dikelola sudah tiga generasi sejak 1960-an itu memasarkan produknya ke sejumlah kota di pulau Jawa dan luar Jawa dengan rata-rata produksi 50 ton per bulan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA -  Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dapat memicu pengangguran. Disisi lain, hal ini juga menunjukkan pemerintah tidak punya nurani. 

Hal ini diutarakan  Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah. “Memang pemerintah semakin tidak punya hati, dan jelas tidak pro terhadap pekerja dan buruh," tegasnya kepada wartawan, Kamis (14/11/2013).

Dia mengingatkan, jika pemerintah mengambil kebijakan itu, maka pengangguran akan makin besar. Apalagi dari data BPS terkini menyebutkan ada penurunan jumlah angkatan kerja sebanyak 3 juta orang dari Februari 2013 ke November 2013.

"Ini sangat mengkhawatirkan jika FCTC diterapkan. Industri rokok/tembakau yang jelas menyerap tenaga kerja saja kok malah mau diganggu. Apa sih untungnya meratifikasi FCTC? Kok kita ini terkesan di 'setir" oleh dunia luar? Padahal kita ini kan negara berdaulat," ujarnya.

Dia menambahkan, pemerintah harus sadar betul, industri rokok/tembakau di Indonesia unik. Sehingga harus ada cara yang khusus juga dalam menanganinya. Tidak kemudian menggunakan serta merta kebijakan global. Padahal kebijakan global itu mungkin tidak cocok untuk Indonesia.

"Jangan kita terjebak oleh permainan asing. Kita sudah pernah dirugikan dengan mengikuti IMF. Semua negara yang tidak ikut IMF malah bangkit dan selamat, Masa kebodohan harus diulangi lagi?," katanya.

Berita Rekomendasi

Dia mengingatkan, roadmap industri rokok/tembakau Indonesia harus ditata rapi dulu. Baru kemudian dapat mengadaptasi kebijakan FCTC. Namun sekarang ini, yang terjadi adalah mau mengadaptasi kebijakan asing, sama sekali tidak ada persiapan dalam penanggulangan dampak2 yg akan terjadi.

Lucunya lagi, sambung Poempida, kementerian kesehatan yang katanya penuh dengan orang2 pintar sangat yakin bahwa mengadaptasi FCTC itu tidak ada dampaknya pada industri dan tenaga kerja.

"Kalau yakin mereka dengan opininya, berani tidak mempertaruhkan gelarnya? Kalau kemudian mereka salah gelar-gelar profesornya harus dicabut. Saya yakin pasti mereka tidak mau, karena mereka tidak yakin," ujarnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas