Tata Niaga Timah Harus Diatur UU
Kebijakan pengaturan perdagangan timah dipandang tak tepat bila hanya dikendalikan oleh Kementerian Perdagangan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan pengaturan perdagangan timah dipandang tak tepat bila hanya dikendalikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Pengamat menilai, kebijakan seharusnya berada dalam satu payung UU dengan melibatkan stake holder, Kemendag, Kementerian ESDM dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Dosen Universitas Budi Luhur, Andra Abdul Rahman Azzqy, menyebutkan Indonesia seharusnya mengeluarkan UU khusus yang mengatur sumber daya alam hingga tak lagi sektoral.
Timah, menurutnya, merupakan salah satu senjata ekonomi, selain minyak, gas dan karet. Saat ini, kebijakan tersebut telah dicermati dengan jelas oleh negara maju, seperti Amerika misalnya.
"Timah adalah salah satu sumberdaya yang tak bisa dipergantikan. Bahkan senjata memakai timah. Itu kenapa timah jadi perebutan," kata Andra kepada wartawan, Jumat (16/5/2014).
Dirinya menjelaskan, aspek pertahanan, timah juga memegang peranan penting. Seperti pembuatan peluru bahkan perakitan tank, memerlukan timah sebagai bahan baku utamanya.
Karenanya Andra menilai, timah sebagai sumberdaya tak tergantikan wajib dijaga khusus.
"Indonesia perlu mengeluarkan UU Khusus. Levelnya tidak cukup bila hanya Permendag. Harus ada UU yang dibuat bersama, Kemendag, ESDM dan Kementerian Pertahanan," jelasnya.
"UU Migas cukup, tapi tidak membawahi sumber daya alam seperti timah," tambahnya.
Lebih lanjut dirinya mengingatkan masyarakat jangan sampai berbenturan dengan multi nasional company (MNC) yang ingin memanfaatkan sumber daya alam timah di Indonesia.
Sementara itu Peneliti Senior Pusat Kajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan IPB, Budi Purwanto menambahkan berbicara sumber daya alam seharusnya sesuai dengan apa yang tertuang pada Pasal 33 UUD 45.
"Setiap SDA dikembalikan kepada warga negara. Kebijakan eksplorasi dan pemanfaatan SDA itu manfaatnya sesuai kaidah ekonomi, ada sulpai dan demand," kata Budi.
Menurutnya saat ini, suplai dan demand terhadap timah tidak berimbang, dimana permintaan tinggi namun supplai terbatas.
Kebijakan dikeluarkannya Permendag 23/2013 sambung Budi seharusnya membuat tidak terjadi penyelundupan dan kerusakan lingkungan.
"Penambang ilegal menikmati ekonomi underground. Kegiatan tidak tercatat. Mustinya nilai ekonominya tinggi, ada potensial lost," lanjutnya.
Lebih jauh ia menegaskan Permendag 23/2013 bukan semata-mata harus direvisi, namun juga melalui kajian akademik, dampak melakukan kebijakan terkait regulasi dikeluarkan.
"Pembuatan kebijakan seharusnya melalui naskah akademik untuk melihat juga efek dari sosial politik ekonomi," katanya.