INSA Desak Pemerintah Hapus Bea Masuk Komponen Kapal
pemerintah harusnya menghapus kebijakan bea masuk komponen kapal dan PPN atas pembangunan atau penyerahan kapal
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan pemerintah harusnya menghapus kebijakan bea masuk komponen kapal dan PPN atas pembangunan atau penyerahan kapal yang selama ini menjadi beban bagi industri galangan.
Penghapusan bea masuk tersebut akan mempercepat berkembangnya pertumbuhan yang lebih cepat. Sebab harga kapal produk domestik memiliki daya saing yang lebih baik sehingga terjadi percepatan peningkatan investasi galangan.
"Selain menghapus bea masuk komponen dan PPN, PPh final juga perlu diberlakukan di sektor ini," tegasnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/9/2014).
Sektor galangan saat ini sudah dibebani dengan berbagai kebijakan fiskal seperti bea masuk komponen antara 5-12 persen, PPN 10 persen atas penyerahan kapal sehingga harga produk kapal di pasar domestik menjadi lebih mahal hingga 30 persen.
Akibatnya, disparitas harga antara kapal produk domestik dan luar negeri bisa mencapai 30 persen. Di sisi lain, rencana investasi galangan asing dan domestik yang mencapai Rp 2 triliun juga tertahan akibat ketidakpastian kebijakan penghapusan bea masuk dan PPN tersebut belum diberikan.
Pemerintah juga sedang mengkaji pengenaan bea masuk impor kapal sebesar 5-12 persen.
Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Eddy Kurniawan Logam, menegaskan kebijakan tersebut tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia.
Sebab, dalam praktiknya, kebijakan tersebut tidak akan serta merta menjamin pengusaha pelayaran lokal membeli kapal dari galangan kapal dalam negeri. "Karena itu, kami tidak setuju pemerintah mengenakan bea masuk kapal karena belum kami butuhkan saat ini," tegasnya.
Direktur Utama PT Daya Radar Utama, salah satu perusahaan galangan nasional terbesar di Indonesia, Amir Gunawan mengatakan kondisi beban fiskal yang berat menyebabkan harga produk kapal dari galangan domestic sulit bersaing dengan harga kapal produk luar negeri.
Menurut dia, beban fiskal yang berat mengakibatkan struktur biaya pembangunan kapal pada galangan dalam negeri menjadi tidak efisien, padahal kegiatan pelayaran menuntut biaya pembangunan yang efisien dan efektif. "Ini yang kami perjuangan sejak puluhan tahun lalu agar bea masuk dan PPN penyerahan kapal dihapus," ujarnya.
Selain kondisi fiskal, kondisi moneter juga belum kondusif, terbukti dengan. bunga bank yang relatif masih mahal. "Penghapusan beban fiskal itu dibutuhkan agar pelaku industri kapal bisa berani ekspansi meskipun pada saat dihapuskan, harga kapal produk dalam negeri masih tipis di atas produk luar negeri, tetapi sudah bisa bersaing,” ujarnya.
Eddy menambahkan, pengusaha industri galangan nasional tidak melakukan investasi berarti hingga semester I 2014 akibat beban fiskal dan moneter yang begitu berat di industri ini.
Padahal hingga kini, sejumlah investor di industri galangan kapal menahan realisasi investasi di Indonesia senilai lebih dari Rp 2 triliun karena masih menunggu kepastian situasi ekonomi dan politik pada tahun ini.
Sejumlah investor itu berasal dari Jepang, Belanda dan Singapura. Selain investor tersebut, terdapat empat perusahaan galangan lokal yang juga melakukan hal serupa, salah satunya adalah PT Steadfast Marine.