Bos Freeport Pikirkan Nasib Rakyat Papua
Sampai saat ini PT Freeport Indonesia belum membangun pabrik pemurnian bahan mineral (smelter).
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai saat ini PT Freeport Indonesia belum membangun pabrik pemurnian bahan mineral (smelter). Jika hal itu terjadi, Freeport dilarang ekspor oleh pemerintah, sehingga bisnis perusahaan asal Amerika Serikat itu akan merugi.
Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menjelaskan jika ekspor tak bisa dilakukan Freeport, hal itu berimbas kepada masyarakat dan pekerja di Papua. Pasalnya tambang Freeport yang berada di Papua, tak bisa mendapatkan pemasukan.
"Kita khawatir, bagaimana dengan Papua itu sendiri?" ujar Maroef, Kamis (22/1/2015).
Maroef berencana mempercepat kinerja Freeport saat ini. Tanpa eksport, Freeport tak akan bisa beroperasi, baik untuk eksplorasi tambang maupun mendapatkan pemasukan. "Kenapa ini tidak di speed up. Ini kan komitmen kalau tidak berjalan operasional," ungkap Maroef.
Hingga saat ini ada sekitar 13.000 warga Papua yang bekerja di tambang Freeport. Tanpa ada ekspor, para pegawai Freeport di Papua terancam dipecat karena tidak bisa digaji. "Saya jadi berpikiran kalau ini berhenti bagaimana nanti terjadi pengangguran," jelasnya.