Antisipasi Kebocoran, Impor Gula Rafinasi Harus Lampirkan Kontrak Industri
Pemberian izin impor gula mentah untuk industri rafinasi diperketat untuk mencegah terjadinya perembesan
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi diloloskannya izin impor raw sugar atau gula mentah yang untuk memenuhi kekurangan pasokan bahan baku industri gula rafinasi (gula untuk konsumsi industri).
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, mengakui permintaan impor gula tersebut merupakan rekomendasi dari Kemenperin yang didasarkan dari kebutuhan raw sugar yang diperlukan oleh industri gula rafinasi di dalam negeri.
Menurut Panggah, untuk memperoleh pasokan raw sugar, selama ini pemerintah memang terpaksa harus mengimpor dari negara lain, karena pasukannya tidak tersedia di dalam negeri.
Dia menjelaskan, izin impor raw sugar sebanyak 600.000 ton yang telah diloloskan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut hanya diperuntukkan sebagai stok bahan baku industri gula rafinasi periode triwulan III 2015.
“Pemberian izin impor gula mentah untuk industri rafinasi tahun ini diperketat untuk mencegah terjadinya perembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi,” kata Panggah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (27/7/2015) malam.
Menurut Panggah, untuk meminimalisir perembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi, pengajuan impor gula mentah untuk rafinasi harus melampirkan kontrak pembelian gula rafinasi oleh industri makanan dan minuman.
“Pelaku usaha makanan dan minuman harus memberikan bukti kontrak ketika membeli gula rafinasi,” ujar Panggah.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman mengatakan, pada dasarnya, pelaku usaha makanan dan minuman mendukung kebijakan izin impor raw sugar.
“Sampai saat ini, stok masih mencukupi dan kami harap impor raw sugar sudah diproses sekarang-sekarang ini,” kata Adhi.
Menurutnya, membutuhkan waktu 45 hari untuk impor raw sugar setelah izin kuotanya dikeluarkan oleh Kemendag.
Adhi menambahkan, kebutuhan gula rafinasi pada Juli hingga September mencapai 800.000 ton, sehingga diharapkan kuota yang dikeluarkan Kemendag mampu mencakup kebutuhan tersebut.
Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia, Adig Suwandi menambahkan, pada prinsipnya, jangan sampai gula rafinasi yang untuk industri makanan minuman tersebut merembes ke pasar eceran.
“Pemerintah harus menjamin itu kalau tidak ingin petani tebu dan pabrik gula bangkrut. Pengalaman 2014 sebaiknya jadi pelajaran agar harga gula petani tidak lebih rendah dibandingkan biaya pokok produksi,” tutur Adig.