Kementerian PUPR Diminta Tak Beri Bantuan Rumah Murah di Belu
Laporan hasil audit sementara BPKP dengan nilai proyek sebesar 25 miliar, negara mengalami kerugian sebesar Rp 25 miliar
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono rencananya akan memberikan bantuan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Belu, NTT. Namun hal itu ditolak oleh Aliansi Masyarakat Peduli Penegakan Hukum (AMP2H) Kabupaten Belu.
Dari laporan hasil audit sementara BPKP dengan nilai proyek sebesar 25 miliar, negara mengalami kerugian sebesar Rp 25 miliar. Bahkan diperkirakan hasil akhir audit keseluruhan program MBR dari 2013, kerugian negara akan mencapai Rp 120 miliar.
"Selain itu, kami mengkhawatirkan bantuan itu akan tumpang tindih dengan bantuan lainnya di 2012, yang pada akhirnya bisa menimbulkan gejolak di masyarakat penerima bantuan," ujar Koordinator AMP2H Ferdy Bae, Senin (12/10/2015).
Menurut Ferdy, Kementerian PUPR akan memberikan lagi tambahan bantuan Perumahan Layak Huni bagi MBR dan warga ex pengungsi sebanyak 984 KK. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, kata Ferdy juga akan memberikan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
"Padahal program BSPS adalah salah satu bagian dari program MBR Derektif Presiden pada tahun anggaran (TA) 2012 yang sampai saat ini gagal total," ungkap Ferdy.
Pada TA 2012 kabupaten Belu telah menerima alokasi dana sekitar Rp 204 miliar dengan perincian paket-paket pekerjaan. Sedangkan dana program alokasi rumah khusus sebesar Rp 93,7 miliar.
Namun kata Ferdy, program yang bernilai Rp 204,5 miliar terdiri dari 7 paket pekerjaan tidak terlihat fisiknya di lapangan. Bahkan Satker, PPK, Konsultan, Kontraktor dan Supplier, telah ditetapkan sebagai Tersangka dan untuk Paket Program Bantuan Stimulant Perumahan Swadaya (BSPS), sebesar Rp 44,8 miliar yang terdiri dari dua paket pekerjaan.
"Sampai saat ini masih dalam proses hukum dan persidangan ditingkat Pengadilan Tipikor NTT, akibat dugaan korupsi yang dilakukan oleh para pelaksana," papar Ferdy.