Alasan Priortitas Bantu Sektor Tekstil dan Sepatu untuk Cegah Gelombang PHK
Pada satu sisi, BKPM mencatat realisasi investasi sektor tekstil dan sepatu cukup menggembirakan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani menjelaskan BKPM menginisiasi Desk Khusus Investasi sektor tekstil dan sepatu ini karena melihat anomali untuk investasi pada kedua sektor tersebut.
Pada satu sisi, BKPM mencatat realisasi investasi sektor tekstil dan sepatu cukup menggembirakan.
Sepanjang Semester I 2015 realisasi investasi untuk sektor tekstil masih tumbuh positif, naik 58 persen sebesar Rp 3,88 Triliun dibandingkan Semester 1 2014.
Realisasi investasi seluruh sub sektor tekstil pada Semester I 2015 juga tumbuh positif, yaitu industri pengolahan serat tekstil tumbuh 213 persen sebesar Rp 2,40 Triliun dari 82 proyek.
Industri pertenunan tekstil tumbuh 613 persen sebesar Rp 163 Miliar dari 25 proyek. Industri pakaian jadi tumbuh 16 persen sebesar Rp 941 miliar.
Dan industri perlengkapan pakaian tumbuh 563 persen sebesar Rp 216 Miliar dari 15 proyek.
Sementara itu, realisasi investasi untuk sektor alas kaki pada Semester I 2015 tumbuh 613 persen sebesar Rp 759 Miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dari 69 proyek.
Tapi, kata Franky, di sisi lain investor yang sudah menjalankan usahanya (existing) ada yang mengalami kesulitan.
"BKPM tentu tidak happy dengan kondisi ini karena yang diinginkan baik investor baru maupun existing sama-sama dapat berkembang. Oleh karena itu, Desk Investasi ini hadir untuk membantu investor existing yang mengalami masalah," jelas Franky kepada Tribun, Selasa (13/10/2015).
Franky Sibarani menuturkan, Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu siap memberikan bantuan kepada 17 perusahaan di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Desk khusus ini sengaja dibentuk pemerintah untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Franky mengatakan, jumlah tenaga kerja di 17 perusahaan tersebut mencapai 23.800 karyawan.
Meskipun yang mengajukan permohonan bantuan ada 17 perusahaan, Franky menegaskan, pemerintah akan memprioritaskan 13 perusahaan untuk difasilitasi. Sebab, empat dari 17 perusahaan tersebut sudah betul-betul tutup produksi, sementara 13 perusahaan belum tutup.
Franky mengatakan, sebanyak delapan dari 13 perusahaan tersebut telah mengurangi kapasitas atau volume produksi, sedangkan lima perusahaan berencana tutup.