Proyek RFCC Beroperasi, Kilang Cilacap Produksi 91 Ribu BPH Pertamax
PT Pertamina (Persero) menargetkan kilang Cilacap bisa memproduksi 91 ribu barel per hari (bph) Pertamax
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menargetkan kilang Cilacap bisa memproduksi 91 ribu barel per hari (bph) Pertamax dengan kandungan RON 92, setelah beroperasinya unit Residuel Fluid Catalytic Cracker (RFCC) dan Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC).
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan unit RFCC nanti dapat memproduksi sekitar 37.000 barel per hari high octane mogas component (HOMC), yang sebagian besarnya akan digunakan untuk memproduksi premium dengan kapasitas 30.000 barel per hari dari Kilang Cilacap.
Dengan demikian, total produksi premium Kilang Cilacap akan mencapai sekitar 91.000 barel per hari. Kelebihan HOMC dari Kilang Cilacap adalah bisa digunakan untuk memproduksi pertamax dan atau premium di kilang-kilang lain.
"Apabila nanti proyek PLBC sudah tuntas, maka seluruh produk gasoline sebanyak 91.000 barel per hari dari Kilang Cilacap akan berupa pertamax RON 92," kata Wianda, Kamis (19/11/2015).
RFCC unit merupakan teknologi yang memanfaatkan katalis untuk mengonversi minyak berat atau pun residu, baik atmosferik maupun vacuum residue oils, menjadi produk yang lebih bernilai, utamanya gasoline dan beberapa produk lainnya, seperti LPG dan propylene.
RFCC merupakan bagian dari roadmap pengembangan kilang Pertamina untuk memenuhi kebutuhan pasar dan tuntutan teknologi kendaraan di masa mendatang.
RFCC nantinya akan meningkatkan produksi premium dari Kilang Cilacap menjadi 91.000 bph dari sebelumnya 61.000 bph dengan memanfaatkan residue dari unit-unit pengolahan yang ada sebelumnya.
Selain itu, RFCC Cilacap ini akan meningkatkan produksi LPG menjadi 1.066 metrik ton per hari dan 430 metrik ton per hari. Artinya, produk-produk residue yang selama ini dijual murah, setelah adanya RFCC dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi sehingga ini dapat meningkatkan keekonomian dari kilang Cilacap.
Kilang-kilang Pertamina saat ini memiliki Nielsen Index Complexity (NCI) yang relatif rendah, yaitu rata-rata 5-6. Perseroan melalui program dan proyek peningkatan kapasitas kilang menargetkan meningkatkan NCI menjadi rata-rata 9.
Bahkan, untuk Kilang Cilacap sebelum RFCC nilai NCI masih di level 3 sehingga kandungan residunya cukup tinggi. Nantinya, NCI ini akan meningkat secara bertahap mulai dengan masuknya RFCC, lalu Program Langit Biru Cilacap, dan dilanjutkan dengan RDMP yang head of agreement (HoA)-nya akan segera ditandatangani antara Pertamina dan Saudi Aramco pada bulan ini.
Fallah Amru, Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, mendukung kebijakan manajemen Pertamina yang mengembangkan RFCC Cilacap karena
Indonesia membutuhkan kilang baru dan juga optimalisasi kilang yang sedang beroperasi.
Namun menurut Fallah yang harus dipertimbangkan adalah seberapa besar tingkat efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi tersebut. Ini tentu terkait dengan kemampuan produksi jika dibanding dengan teknologi lama.
“Selain itu pertimbangan berapa besar investasi juga harus ada. Dan terakhir aspek lingkungan karena antara tata kelola migas dan lingkungan punya keterkaitan yang sangat erat,” katanya.
Dirgo W Purba, analis Energy Security, mengatakan Indonesia membutuhkan kilang baru dan optimalisasi kilang yang sudah lama. Namun yang penting adalah bagaimana Pemerintah dan juga Pertamina menjamin pasokan crude untuk kilang tersebut. Ini terkait dengan produksi minyak mentah nasional yang terus menurun.
“Kilang Cilacap merupakan kilang yang mempunyai peran penting dalam menjamin pasokan BBM nasional. Karena itu optimalisasi yang dilakukan dengan teknologi yang baru jangan sampai mengganggu pasokan BBM yang dihasilkan oleh kilang tersebut. Kalau saja terganggu maka akan mengganggu pasokan BBM keseluruhan,” katanya.