Menyuling Laba Dari Minyak Atsiri
Permintaannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari sejumlah minyak atsiri itu, permintaan terbanyak adalah minyak cengkih
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Minyak atsiri masih menjadi salah satu komoditas unggulan bagi Indonesia. Peluang pasarnya pun tetap wangi. Sebab, industri yang membutuhkan minyak atsiri sangat luas, mulai dari industri flavor dan fragnance, industri kimia aromatik dan toiletries, industri pengendalian serangga/hama serta industri makanan dan minuman.
Bahkan, menurut penuturan F. Rahardi, pengamat agribisnis, bahan bakar roket pun memakai minyak atsiri. “Meski kebutuhannya kecil, tetap ada kandungan minyak atsiri ini,” cetus dia.
Lantaran pemakaian yang luas ini, tak heran kebutuhan minyak atsiri ini sangat besar. Bahkan, permintaannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari sejumlah minyak atsiri itu, permintaan terbanyak adalah minyak cengkih, mencapai 5.000 ton-6.000 ton per tahun. Selain itu, permintaan minyak terbesar dari Indonesia adalah minyak sereh dan minyak nilam.
Indonesia memang terkenal sebagai penghasil sejumlah minyak atsiri dunia. Selain ketiga minyak di atas, masih ada minyak kayu putih, minyak lada hitam, dan lainnya. Maklum, sejak dulu, negeri ini memang terkenal sebagai penghasil rempah.
Permintaan yang besar serta potensi yang ada di Indonesia inilah yang menginspirasi Khafidz Nasrullah menggeluti bisnis pembuatan minyak atsiri. Khafidz juga memanfaatkan potensi kampungnya yang banyak berserakan daun-daun cengkih. Yakin dengan peluang pasar dan ketersediaan bahan baku yang besar, dia mulai membuat minyak cengkih. Bermodal Rp 80 juta untuk membeli fasilitas penyulingan, pemuda 23 tahun ini mengawali Kendal Agro Atsiri pada 2010. Tepat setahun modal kembali. Untuk memperbesar bisnisnya, Khafidz menggandeng investor untuk membangun fasilitas penyulingan senilai Rp 250 juta.
Selain minyak cengkih, Khafidz memproduksi minyak nilam dan sereh wangi. Seiring dengan derasnya permintaan, Khafidz juga mengembangkan produk minyak asiri dari kulit pala, nilam, bunga mawar, dan melati. Kini, dia telah mengoperasikan empat unit penyulingan dengan mempekerjakan sekitar 400 orang sebagai pengumpul daun cengkih.
Tiga bulan lalu, Khafidz juga mulai menjual essential oil secara ritel. Dia mengemas dalam botol berukuran 10 militer, dengan harga Rp 200.000–Rp 320.000 per botol. Dengan 10 varian, Khafidz bilang mampu menjual ratusan botol per bulan. “Konsumennya produsen makanan dan minuman skala kecil, maupun konsumen yang memakainya untuk pengharum ruangan maupun untuk berendam,” jelas dia.
Tak hanya itu, tren pemakaian produk-produk organik turut mengangkat pamor essential oil. Produsen produk organik tersebut, terutama produk untuk perawatan tubuh, menambahkan minyak jenis ini untuk memberi keharuman pada produk mereka.
Selain pasar lokal, pemasaran Kendal Agro Atsiri memang lebih banyak datang dari luar negeri. Khafidz sudah menjangkau sejumlah negara di Eropa, seperti Swiss dan Jerman. Dari Benua Biru itu, Khafidz menerima permintaan minyak atsiri mencapai lima ton per bulan. Permintaan juga datang dari produsen obat dan kosmetik
di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia.
Setiap bulan, pabrik Khafidz yang terletak di Desa Purwosari, Kendal ini mampu menghasilkan 1 ton–2 ton minyak cengkih, 0,5 ton minyak nilam, dan 0,5 ton minyak sereh. Permintaan terbanyak memang pada ketiga jenis minyak tersebut.
Harga minyak atsiri cukup tinggi. Untuk kebutuhan indusri, harga minyak cengkih berkisar Rp 120.000–Rp 130.000 per kg. Sementara minyak nilam berkisar Rp 400.000–Rp 500.000 per kg.
Khafidz bilang, peluang untuk memproduksi minyak atsiri masih sangat besar di Indonesia. Tak jauh berbeda, Rahardi juga mengungkapkan, potensi minyak atsiri ini cukup besar lantaran banyak industri yang membutuhkan minyak ini. “Harga minyak atsiri juga relatif stabil,” kata Rahardi.
Apalagi, harga di pasar internasional dipatok dengan dollar AS. Alhasil, dalam kondisi nilai dollar cukup tinggi seperti sekarang ini, Anda bisa menikmati untung lebih banyak. Sebab, pembelian bahan baku dalam rupiah.
Memang, belum banyak produsen di Indonesia yang bisa menghasilkan berbagai produk turunan dari berbagai essential oil ini. Yang banyak terlihat adalah pengusaha yang membangun penyulingan minyak seperti Khafidz. Dalam pengembangan produknya, minyak atsiri bisa dibuat berbagai
produk turunan.
Khafidz mengatakan, asal pengelolaannya baik, usaha penyulingan minyak atsiri bisa menghasilkan keuntungan hingga 30%. Pengelolaan yang benar itu maksudnya, pengusaha juga bisa menjaga pasokan bahan bakunya. Sebab, bahan baku masih menjadi kendala usaha ini.
Stok bahan baku
Pesan pentingnya, sebelum memutuskan untuk terjun ke bisnis ini, Anda harus memastikan pasokan bahan baku terlebih dulu. Stok bahan baku itu harus tersedia dengan stabil supaya produksi minyak atsiri terus berkelanjutan.
Sebab, yang banyak terjadi, pengusaha baru terpaksa menutup usaha penyulingannya lantaran tidak dapat pasokan bahan baku. Oleh karena itu, sebelum memutuskan membangun pabrik penyulingan, Anda harus melakukan riset daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan bahan baku minyak atsiri.
Asal tahu saja, minyak cengkih dihasilkan dari penyulingan daun-daun cengkih kering. Sebab itu, Rahardi bilang, penyulingan minyak cengkih ini biasanya dilakukan saat musim kemarau. “Sebab, daun cengkih kering juga tak bisa disimpan lama. Daun yang tua dan rontok harus segera diolah,” papar
Rahardi.
Sama seperti cengkih, pengolahan daun nilam juga dilakukan dalam kondisi kering. Sementara, penyulingan daun sereh bisa dilakukan dalam kondisi basah.
Kebutuhan daun-daun untuk penyulingan ini sangat besar. Ambil misal, untuk menghasilkan 1 kg minyak cengkih diperlukan 50 kg daun cengkih kering. Sedangkan, 100 kg daun nilam baru menghasilkan 1,5 kg minyak nilam.
Karena kebutuhan yang besar dan pasokan harus stabil itulah, pengusaha minyak atsiri sebaiknya memiliki kebun penanaman sendiri. Alternatif lainnya, Anda bisa menggandeng petani untuk bekerjasama dalam penanaman bahan baku.
Cara inilah yang ditempuh oleh Khafidz sejak tahun lalu untuk menjamin pasokan bahan baku pabriknya. Saat ini, bersama petani binaannya, Khafidz mengolah 135 hektare lahan untuk penanaman nilam.
Rahardi pun mengatakan, pasokan yang stabil menjadi kunci kesuksesan usaha ini. “Namun, banyak yang lebih suka menyuling daripada menanam, karena lebih menguntungkan,” ujar dia. Oleh karena itu, dia menyarankan pengusaha baru sekaligus menanam sendiri nilam, sereh atau bahan baku lainnya.
Lantaran kebutuhan bahan baku yang besar itu, sebaiknya Anda membangun pabrik penyulingan mendekati sumber bahan baku. Langkah ini dilakukan untuk menghemat ongkos transportasi. “Kalau sudah menjadi produk jadi, mudah mengangkutnya,” ujar Rahardi.
Proses penyulingan relatif sederhana. Namun, Khafidz berbisik, ada resep-resep khusus yang menentukan kualitas minyak atsiri. “Itu rahasia kami,” bisiknya.
Kualitas minyak atsiri sendiri ditentukan oleh berbagai hal, mulai dari kemurniannya atau tak adanya kandungan mineral tertentu atau air, kejernihannya, dan juga aroma yang dihasilkan. Namun, lantaran pasarnya yang sangat luas, masing-masing industri juga membutuhkan spesifikasi tertentu. “Untuk industri makanan dibutuhkan tingkat keasaman yang rendah, sementara industri parfum lebih menonjolkan aroma,” terang
Rahardi.
Perangkat untuk menghasilkan minyak atsiri ini pun bisa dibuat sendiri, seperti yang dilakukan Khafidz. Proses penyulingan dilakukan dengan mesin destilasi. Harga mesin sangat beragam, tergantung dari kapasitas produksi yang diinginkan.
Namun, Khafidz berpesan, sebaiknya pemain baru merintis dari mesin kecil, yakni mulai dari mesin dengan kapasitas
50 kg atau 100 kg setiap bulan. “Harga mesin destilasi ini berkisar Rp 50 juta,” kata Khafidz yang kini juga menawarkan jasa pembuatan dan perakitan mesin destilasi.
Jika Anda ingin memproduksi beberapa minyak atsiri, Khafidz bilang, ada baiknya membedakan mesin berdasarkan bahan baku. “Untuk menghindari complain dari konsumen bila ada aroma atau sisa proses penyulingan minyak sebelumnya,” kata dia.
Namun, Rahardi bilang, bila produksinya masih kecil, pengusaha bisa menggunakan satu mesin saja untuk menghemat biaya investasi. “Mesin itu bisa dicuci bila ingin memproduksi jenis minyak yang berbeda,” tutur dia.
Dalam proses pemasaran, Anda bisa memasarkan sendiri minyak atsiri ini atau menawarkannya ke pengusaha yang telah mempunyai jaringan besar. Khafidz bilang, bila belum mempunyai jaringan, ada baiknya melakukan kerjasama dengan produsen lain, sambil menyisir pasar lain yang sesuai dengan produk minyak atsiri Anda. Pameran pun bisa menjadi alternatif pemasaran karena memang pasar terbesar produk ini adalah ekspor.
Apakah Anda siap terjun ke bisnis ini setelah melihat potensi di daerah Anda? (J. Ani Kristanti)