Indonesia Bakal Menjadi Net Eksportir Alumina
Indonesia bakal menjadi negara pengekspor alumina apabila pemerintah tetap konsisten mengimplementasikan program hilirisasi
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA – Indonesia bakal menjadi negara pengekspor alumina apabila pemerintah tetap konsisten mengimplementasikan program hilirisasi dan mendorong realisasi pembangunan smelter bauksit di Tanah Air.
Keadaan ini akan jauh berbeda dengan kondisi sebelum larangan ekspor mineral mentah diterapkan pada 12 Januari 2014, yang menunjukkan Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar bijih bauksit ke luar negeri sekitar 45 juta ton dan mengimpor alumina dari luar negeri.
Demikian kesimpulan dari Report yang dikeluarkan MetalBulletin Research berjudul “An Independent Market Impact Assessment of Indonesia’s Bauixite Ban,” bekerja sama dengan Indonesia Resources Studies (IRESS) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut hasil kajian tersebut, kendati saat ini realisasi pembangunan smelter bauksit mengalami perlambatan, namun Indonesia berpotensi mengolah dan memurnikan bauksit menjadi alumina dengan kapasitas sekitar 9 juta ton per tahun. Dengan kapasitas tersebut, sekitar 9.000 tenaga kerja baru akan terserap secara langsung. Dampak positif itu belum termasuk bertumbuhnya sentra industri baru serta manfaat dan nilai tambah dari mata rantai ekonomi di daerah dan nasional.
“Larangan ekspor bauksit merupakan kebijakan yang tepat dalam mengubah pola industri bauksit demi memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi perekonomian nasional. Selama ini 70 persen bijih bauksit Indonesia diekspor ke Cina dan Indonesia kembali mengimpor alumina dari Australia. Pola ini tidak sehat, merugikan negara dan masyarakat. Kita harus berubah,” ujar Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara.
MetalBulletin Report juga menegaskan bahwa, pasar bauksit dan investor global saat ini sudah dapat memahami perubahan yang terjadi terhadap investasi bauksit di Indonesia. Investor bahkan mengapresiasi sikap pemerintah yang konsisten terhadap larangan ekspor, mendorong realisasi pembangunan smelter, dan memberikan sanksi terhadap perusahaan mineral bauksit yang tidak kunjung merealisasikan pembangunan smelter.
“Dengan reaksi positif yang telah ditunjukkan pasar dan investor global, perubahan terhadap kebijakan ini akan merusak kredibilitas pemerintah dan akan berdampak buruk terhadap iklim investasi di Indonesia,” tulis Report tersebut.
Marwan menambahkan, pemerintah Indonesia seyogyanya terus membangun komunikasi efektif dengan pihak swasta dan investor yang tertarik membangun smelter bauksit di Indonesia. Namun, komunikasi tersebut jangan sampai mengabaikan kebijakan yang sudah ditetapkan atau memberi peluang relaksasi sehingga realisasi dari kebijakan tersebut terlihat tidak konsisten. Insentif yang meringankan beban investasi pembangunan smelter memang perlu dinegosiasikan dengan pihak swasta, tetapi tidak dengan cara melunakkan kebijakan seperti larangan ekspor.
“Jika dilihat dari kapasitas penyerapan dalam negeri, Indonesia memang akan menjadi net eksportir alumina. Namun, pemerintah harus sudah memikirkan optimalisasi kapasitas penyerapan alumina di dalam negeri sehingga ada keseimbangan antara yang diekspor dan yang diserap untuk menghasilkan industri jadi di dalam negeri,” tegas dia.