Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indonesia Bukan Paraguay yang Bisa Nasionalisasi Freeport

Menurut Damanik, Indonesia bisa kehilangan investor apabila menasionalisasi PT Freeport.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Indonesia Bukan Paraguay yang Bisa Nasionalisasi Freeport
Eri Komar Sinaga/Tribunnews.com
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, Ladjiman Damanik di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (4/12/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, Ladjiman Damanik, mengingatkan istilah nasionalisasi terlalu vulgar digunakan untuk mengambil alih PT Freeport McMoran Inc dari Amerika Serikat.

Menurut Damanik, konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa sudah mengatur bahwa sumber daya alam dan sumber daya mineral mutlak dikuasai negara.

Menurut Damanik, Indonesia bisa kehilangan investor apabila menasionalisasi PT Freeport.

Kondisi tersebut, kata dia, tidak menguntungkan Indonesia.

"Ini penting. Jangan sampai nanti kita nasionalisasi, investasi lari semua. Kita ini anggoota G-20," kata Damanik saat diskusi bertajuk 'Dramaturgi Freeport' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12/2015).

Damanik mengingatkan agar Pemerintah bermain cantik untuk mengambil alih saham Freeport sebagaimana Indonesia mengambil alih Inalum dari Jepang.

Menurut dia, peralihan Inalum dari Jepang ke Indonesia tidak menyebabkan Indonesia kehilangan investasi karena dilakukan secara benar.

BERITA REKOMENDASI

"Kita bukan Paraguay. Kita sedikit beradab lah. Cina baru 100 tahun kemudian baru mendapat Hongkong dari Inggris," kata dia.

Sementara itu, Direktur Indonesian Resurces Studies (IRESS), Marwan Batubara, mengatakan bahwa Indonesia bisa memilliki saham PT Freeport tanpa harus mengeluarkan uang.

Caranya adalah memanfaatkan komitmen Freeport untuk mengganti uang akibat kerusahan lingkungan yang ditimbulkan penambangan Freeport.

Akan tetapi jika ingin membeli saham Freeport, Marwan mengatakan Pemerintah bisa membelinya saat harganya sedang rendah atau sekarang.

"Kalau mau sekarang harganya cuma 7,84 dolar per share. Dua bulan lalu itu sepuluh persen itu sekitar dua miliar (Dolar AS). Kalau sekarang bisa jadi satu miliar (Dolar AS)," kata Marwan pada kesempatan yang sama.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas