Pertengahan 2016, Rupiah Diprediksi Membaik
analis menduga potensi pelemahan rupiah bisa berlanjut hingga pertengahan tahun 2016 mendatang
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membaca pergerakan rupiah di tengah gedoran pertemuan FOMC yang sudah di depan mata, analis menduga potensi pelemahan rupiah bisa berlanjut hingga pertengahan tahun 2016 mendatang.
Jika pelaku pasar berbondong-bondong mengumpulkan USD, tidak hanya mata uang global yang akan terkikis di hadapan USD. Rupiah pun demikian. Meski hingga Selasa (15/12) pukul 12.45 WIB di pasar spot posisi rupiah membaik dengan penguatan 0,34 persen ke level Rp 14.074 per dollar AS. Sementara, kurs tengah Bank Indonesia merangkak naik 0,07 persen ke level Rp 14.076 per dollar AS.
Josua Pardede, Ekonom Bank Permata mengatakan hal ini wajar terjadi karena semakin dekatnya pertemuan FOMC. Sebabnya, meski The Fed dan pasar optimis kenaikan suku bunga akan terjadi, peluang untuk penundaan itu masih terbuka.
“Kalau tidak ditunda pun bisa saja kenaikan di bawah 25 bps itu kan negatif juga buat USD,” kata Josua. Probabilitas negatif tetap harus dipertimbangkan. Sebabnya, kemungkinan loyonya the greenback tidak hanya datang dari sisi FOMC.
Ada faktor lain yakni menukiknya harga minyak mentah dunia yang kini sudah bergerak di kisaran 35,00 dollar AS per barel. Ketika harga minyak terus turun, USD pun bisa terkena imbas pelemahan. Keunggulan dan suasana yang lebih stabil di Eropa pun ikut menambah beban bagi mata uang Negeri Paman Sam. Ada titik di mana USD bisa rawan turning point.
Walaupun tidak menutup kemungkinan beralihnya pelaku pasar ke USD akan memberi tambahan sentimen negatif bagi rupiah. Apalagi kini mendekati akhir tahun, potensi pelemahan rupiah nampaknya belum akan berganti tren.
Pasalnya, pelaku pasar tidak hanya mempertimbangkan kenaikan suku bunga The Fed Desember 2015 ini tapi juga potensi kenaikan lanjutannya. Belum lagi pasar masih dibayangi depresiasi yuan. Paparan sentimen negatif ini menurut Josua bisa menyeret rupiah ke bottom di kisaran Rp 14.150 – Rp 14.200 per dollar AS.
"Tapi di akhir tahun ini optimis rupiah hanya akan berada di level Rp 13.950 per dollar AS," duga Josua. Alasannya, pasca The Fed, nantinya pergerakan pasar akan lebih stabil dan cadangan devisa Indonesia di Desember 2015 kembali meningkat.
Berkaca pada pergerakan rupiah sepanjang tahun 2016, Josua menganalisa pergerakan rupiah akan berada dalam dua fase yang berbeda. Pertama, di semester satu 2015, rupiah masih akan rawan tekanan. Beban itu datang dari tingginya risiko eksternal yang mendominasi seperti langkah moneter ECB, ekonomi China dan peluang kenaikan suku bunga The Fed tahap selanjutnya.
Sedangkan nantinya memasuki semester dua, rupiah bisa menguat. Kali ini giliran sentimen internal yang jadi pemain utama. “Dengan harapan infrastruktur tergenjot, iklim investasi membaik, cadangan devisa meningkat lagi, serta realisasi rangkaian paket kebijakan tahun ini,” jabar Josua.
Dengan dua skenario itu, Josua menduga rupiah di tahun 2016 bisa bergulir di kisaran Rp 13.800 – Rp 14.400 per dollar AS. “Tekanan masih tinggi, keadaan fundamental juga tidak banyak berubah dari tahun ini hanya saja harapannya internal kita sudah jauh lebih baik,” tambah Josua.
Apalagi tentunya BI dan pemerintah akan aktif dan giat menjaga stabilitas nilai tukar mata uang Garuda.(Namira Daufina)