Sawit Sumbermas Siap Garap Energi Biodiesel
Perusahaan kelapa sawit ini akan mengoperasikan pabrik biodiesel pertengahan 2017.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kewajiban pemerintah mewajibkan pencampuran biodiesel dalam bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 20% atau B20 menarik minat PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) memproduksi biodiesel.
Perusahaan kelapa sawit ini akan mengoperasikan pabrik biodiesel pertengahan 2017.
Direktur Utama Sawit Sumber Mas Sarana, Rimbun Situmorang, menyatakan, pembangunan pabrik dimulai tahun lalu. Proses pembangunan ini memakan waktu dua tahun. Bila beroperasi, pabrik ini punya kapasitas produksi 1.000 ton biodiesel per hari serta 2.500 ton olein per hari.
Adapun lokasinya sama dengan pabrik kelapa sawit (PKS) milik SSMS yang lebih dulu beroperasi di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Meski begitu, Sawit Sumbermas belum menentukan komposisi penjualan biodiesel.
"Komposisi lokal dan ekspor berdasarkan pasar tahun 2017. Kami mengincar ekspor, tapi kalau pasar lokal bagus kenapa tidak," ujar Rimbun, Jumat (4/3). Estimasinya, investasi untuk pembangunan pabrik biodiesel dan refinery ini mencapai US$ 60 juta.
SSMS tidak sendirian membangun pabrik tersebut. Perusahaan ini menguasai 18,6% saham saja. Sisanya milik induk usaha yaitu PT Citra Borneo Indah. Selain mempersiapkan pabrik, perusahaan ini juga tidak melupakan memperhatikan produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang ditargetkan 283.000 ton tahun ini.
Target ini tidak berbeda jauh dengan realisasi produksi tahun 2015. Sebab efek El Nino menekan produksi CPO perusahaan ini sebesar 10%-15% . Supaya target ini tercapai, SSMS akan mengoptimalkan enam pabrik kelapa sawit miliknya yang punya total pengolahan antara 1,3 juta ton sampai 1,5 juta ton tandan buah segar (TBS) per tahun.
Saat ini utilisasinya baru 75%. Langkah ini tidak terlepas dari upaya Sawit Sumbermas yang tidak akan ekspansi lahan sepanjang tahun ini. Penyebabnya tak lain harga CPO yang masih rendah.
Malah, Rimbun memproyeksikan harga CPO tahun ini bakal turun sekitar 16%. Padahal perusahaan ini sudah menyiapkan belanja modal US$ 50 juta tahun ini, dengan perincian US$ 35 juta untuk akuisisi dan sisanya untuk perawatan.
Hanya saja Rimbun belum bersedia mengumbar target pendapatan dan laba tahun ini.
Reporter: Adisti Dini Indreswari