Tergerus Taksi Daring, 50 Persen Taksi Reguler Tak Lagi Beroperasi
Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menuntut kepada pemerintah agar menutup aplikasi taksi berbasis aplikasi bagi yang melanggar.
Editor: Hendra Gunawan
“Kami juga minta Kementerian Perhubungan bahkan Presiden, agar regulasi yang telah ditetapkan benar-benar diterapkan. Jangan sampai ada taksi daring ilegal yang masih beroperasi. Ini tidak fair!” kata Shafruhan.
Nontunai
Sementara itu, Andri Yansyah, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, mengatakan, Dishubtrans akan meminta pertemuan dengan pihak terkait untuk membahas regulasi taksi daring.
“Kami akan duduk bareng dengan Kemhub, Kominfo, Kemdagri, Kemkeu, Kementerian Koperasi untuk membahas ini. Agar nantinya, regulasi bisa dijalankan sesuai dengan pembahasan,” kata Andri.
Selain itu, Dishubtrans juga akan meminta taksi daring agar seluruh transaksi dilakukan secara non tunai. Agar nantinya perputaran uang bisa terdata.
“Pajaknya nanti kalau pakai non tunai juga akan langsung dipotong. Jadi pajaknya bisa terdata dengan akurat,” kata Andri.
Uji kir
Sementara itu, Agus Nugroho (55), pengemudi taksi daring, mengatakan, dengan melakukan uji kir ingin mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
“Regulasinya seperti itu, ya ikut saja. Ini mata pencaharian kami juga,” kata Agus beberapa waktu lalu.
Menurut Agus, ia tidak mempermasalahkan adanya uji kir. Termasuk penempelan stiker dan balik nama pada STNK.
“Saya per bulan bisa dapat Rp 14 juta, dipotong cicilan Rp 3,1 juta. Sisanya masih sangat cukup untuk keluarga. Jadi kalau memang benar-benar ini menjadi pekerjaan, sebenarnya enggak ada masalah untuk mentaati aturan itu semua,” kata bapak dua anak tersebut. (Mohamad Yusuf)