Sekjen PAN: Pemangkasan Anggaran Itu Pil Pahit, Tapi Harus Ditelan
Menurutnya penunjukan Sri Mulyani yang terkenal disiplin mengenai anggaran menjadi Menkeu merupakan the right person, at the right time
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mendukung langkah pemerintah melakukan pemotongan APBN senilai Rp 133 triliun.
"Turunnya penerimaan pemerintah akibat jatuhnya harga komoditas dan tidak tercapainya target penerimaan pajak harus membuat kita realistis dalam menyikapi anggaran tahun 2016 ini. Posisi utang pemerintah juga sudah relatif tinggi, sehingga pil pahit yang bernama 'pemangkasan anggaran' memang harus ditelan," kata Eddy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/8/2017).
Dirinya juga mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang oleh sebagian kalangan justru akan memangkas pertumbuhan ekonomi ke depan.
Menurutnya penunjukan Sri Mulyani yang terkenal disiplin mengenai anggaran menjadi Menkeu merupakan the right person, at the right time, for the right job.
"Pada dasarnya kita sepakat dengan adanya pemotongan anggaran, tapi anggaran pembangunan, khususnya infrastruktur wajib diteruskan agar momentum pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tetap terjaga. Tapi kalau anggaran rapat, perjalanan dinas, dan anggaran lain yang pelaksanaannya bisa ditunda lebih baik di-hold duku," ujarnya.
Untuk APBN tahun 2017, Eddy mengimbau agar penyusunan dilakukan secara teliti dan se-realistis mungkin, meskipun hasilnya tidak terlalu menggembirakan, daripada menyajikan APBN yang sejak awal sudah terlalu muluk dan probabilitas pencapaiannya rendah.
Menurutnya, APBN tahun 2015 dan 2016 terbukti gagal mencapai target, khususnya di sisi penerimaan negara dan tingkat pertumbuhan ekonomi.
"Cukup sudah publik disodori angka dan target yang jelas-jelas di luar jangkauan. Mari kita bersikap realistis, meskipun hasilnya menunjukkan perlambatan laju ekonomi sekalipun," katanya.
Eddy juga menilai beban berat yang dihadapi pemerintah saat ini adalah bagaimana memenuhi target pendapatan dari program Tax Amnesty, yang dari awal targetnya kelewat ambisius. Terbukti saat ini pelaksanaannya relatif kompleks, terutama dari aspek pembayaran tunai yang wajib dilakukan peserta Tax Amnesty.
"Banyak diantara memiliki idtikad baik utk mengikuti program tax amnesty, tetapi terkendala membayar denda secara tunai. Saya pribadi berpendapat kita maksimal akan memperoleh Rp 60-80 triliun dari program tax amnesty," katanya.
"Pemangkasan DAU (Dana Alokasi Umum) senilai hampir Rp 20 triliun juga akan dirasakan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya proyek-proyek penciptaan lapangan kerja yang terpaksa ditunda pelaksanaannya karena penundaan DAU tersebut," katanya.