Bank Mandiri Ancam Seret Debitur Gagal Bayar ke Pengadilan
"Saat ini kami telah lakukan upaya hukum litigasi melalui pengajuan eksekusi agunan, permohonan PKPU maupun gugatan perdata ke pengadilan."
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (Persero) mengancam akan membawa debitur yang tidak kooperatif melanjutkan sisa cicilan pinjamannya ke pengadilan.
Langkah itu diambil manajemen Bank Mandiri Tbk untuk mempercepat penyelesaian kredit bermasalah di bank itu.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, upaya hukum tersebut akan dilakukan baik melalui jalur perdata maupun pidana terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit.
Langkah serupa juga akan dilakukan terhadap debitur yang tidak memiliki itikad baik untuk memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada Bank Mandiri.
"Saat ini kami telah lakukan upaya hukum litigasi melalui pengajuan eksekusi agunan, permohonan PKPU maupun gugatan perdata ke pengadilan. Kami juga melakukan percepatan penanganan kredit bermasalah melalui jalur pidana terutama terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit," kata Rohan, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Menurut Rohan, Bank Mandiri Tbk telah melaporkan salah satu debitur bermasalahnya, yaitu Harry Suganda sebagai key person PT Rockit Aldeway ke kepolisian terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan dan pencucian uang.
Langkah tersebut kemungkinan akan diikuti dengan pelaporan debitur-debitur bermasalah dan tidak kooperatif lainnya seperti PT Central Steel Indonesia dengan pengurus perusahaan Tan Le Ciaw selaku komisaris dan pemegang saham serta Erika Widiyanti Liong selaku Direktur Utama.
Bank Mandiri, lanjut Rohan, juga akan memanggil secara langsung maupun melalui media massa kepada debitur-debitur yang kesulitan melakukan kewajiban pembayaran karena kinerja yang memburuk akibat kondisi perekonomian.
"Pemanggilan debitur-debitur tersebut bertujuan untuk mencari solusi sekaligus menilai tingkat kooperatif mereka,” ujar Rohan.
Lebih lanjut dia mengatakan, perseroan saat ini fokus dalam mengelola berbagai risiko bisnis untuk menjaga kinerja perseroan secara berkelanjutan, dimana sampai September lalu, kredit bermasalah atau NPL (nett) sebesar 1,27 persen.
"Jumlah itu masih lebih tinggi 20 bps (basis poin) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kami berharap angka itu akan terus membaik seiring dengan upaya yang kami lakukan, baik litigasi maupun restrukturisasi,” jelas Rohan.