Pengamat: Negosiasi Divestasi 51 Persen Saham Freeport Berpotensi Deadlock
Divestasi 51 persen saham masuk ke dalam satu paket pembahasan empat poin negosiasi yang harus satu paket.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi menilai negosiasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) mengenai pelepasan divestasi saham 51% berpotensi deadlock.
Hal itu merujuk atas bedanya pernyataan antara Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menyatakan bahwa Freeport sudah menyepakati divestasi saham 51 persen.
Sementara manajemen Freeport Indonesia bilang bahwa belum ada kesepakatan mengenai itu.
Divestasi 51 persen saham masuk ke dalam satu paket pembahasan empat poin negosiasi yang dianggap kesepakatan itu harus menyertai keempat poin lainnya.
"Klaim dan bantahan tersebut mengindikasikan perundingan antara pemerintah dan Freeport yang berkaitan dengan divestasi saham 51% berpotensi deadlock," tegasnya kepada KONTAN, Selasa (22/8).
Ia menilai pernyataan Jonan yang bilang kesepakatan divestasi sudah diperoleh itu hanya untuk menyenangkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Padahal, faktanya Frepoort belum sama sekali menyetujui dengan langsung mengirimkan bantahannya.
"Saya berkeyakinan bahwa Freeport tidak akan pernah menyerahkan mayoritas kepemilikan saham PTFI kepada Indonesia. Lantaran Freeport tidak mau kehilangan kontrol dalam mengendalikan PTFI," ungkapnya.
Asal tahu saja, selama ini Freeport sudah berulang kali mengatakan hanya bersedia menyerahkan maksimal divestasi saham 30% saja, pelepasan saham itu pun diminta dilakukannya secara bertahap.
"Sedangkan berkaitan dengan smelter, Freeport mau membangun smelter asal Pemerintah memberikan perpanjangan selama 20 tahun sekaligus hingga berakhir 2041," tandasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menyatakan bahwa Freeport harus mengikuti ketentuan divestasi saham 51%. Dimana sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 01/2017 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
"Gini lho, seperti statement Freeport kemaren yang belum setuju. kita tidak perlu setuju dan tidak setuju, yang jelas. persyaratan untuk operasional Freeport itu 51% harus," terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (22/8).
Artinya, kata Bambang, apabila Freeport tidak setuju dengan divestasi saham 51%. Maka, perpanjangan izin operasinya tidak dapat dilanjutkan usai kontraknya berakhir ditahun 2021. Begitu juga dengan tidak sepakatnya Freeport membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
"Lho kalau Freeport ngomong enggak setuju ya silahkan aja, tapi ya pemerintah punya positioning begitu," tegasnya.
Asal tahu saja, pemerintah menargetkan negosiasi dengan Freeport yang membahas mengenai empat poin ditargetkan selesai pada Oktober tahun ini. Empat poin itu diantaranya, perpanjangan izin operasi, pembangunan smelter, divestasi saham 51% dan stabilitas investasi.