Politisi PKS Takut Anak Usaha BUMN Tidak Bisa Diawasi
Anggota Komisi VI DPR RI Adang Daradjatun takut pembentukan holding berpotensi untuk penjualan BUMN. Pasalnya dalam pelaksanaannya holding dibentuk ta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Adang Daradjatun takut pembentukan holding berpotensi untuk penjualan BUMN. Pasalnya dalam pelaksanaannya holding dibentuk tanpa fungsi pengawasan dari lembaga legislatif.
Adang memaparkan dalam UU BUMN dinyatakan bahwa anak perusahaan bukan lagi merupakan perusahaan BUMN. Dengan demikian kata Adang beberapa perusahaan yang dimasukkan kedalam holding menjadi terhidar dari pengawasan DPR.
"Dampak dari hodingisasi, anak perusahaan BUMN, yang awalnya adalah BUMN yang dijadikan anak perusahaan BUMN holding, tidak memiliki kewajiban pertanggungjawaban kepada negara (DPR)," kata Adang, Jumat (8/12/2017).
Baca: Chelsea Siapkan Rp 366 Miliar untuk Gaet Leon Bailey dari Bayer Leverkusen
Adang menambahkan dalam UU BUMN, setiap Penyertaan Modal Negara (PMN) harus melalui persetujuan pihak DPR. Karena hal itu masuk ke dalam postur BUMN.
Jika melihat dari PP 72 tahun 2016, Adang menilai pemerintah bebas memasukan PMN kepada BUMN tanpa ada pengawasan DPR. Hal yang Adang takutkan saham perusahaan plat merah juga terkena imbas.
"Penyertaan modal tanpa melalui pembahasan di APBN akan memberi kelesuasaan kepada pemerintah untuk memindahkan saham BUMN tanpa persetujuan DPR," kata Adang.
Baca: Warga Indonesia Jangan Terprovokasi Pernyataan Trump soal Yerusalem
Sementara itu Direktur Utama holding tambang Inalum Budi Gunadi Sadikin menjelaskan tujuan holding dibentuk untuk memperkuat modal tanpa ada menjual saham. Budi menegaskan pihak parlemen tetap bisa mengawasi kinerja BUMN.
"Holding ini untuk memperkuat perusahaan, tidak ada maksud menjual, bahkan holding ini untuk membeli," kata mantan Direktur Bank Mandiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.