BI Akui Rupiah Melemah, Tapi Masih Lebih Rendah dari Rupee dan Baht
Depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran Utang Luar Negeri
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih lebih rendah jika dibandingkan dengan depresiasi beberapa mata uang lain di Asia.
Diakui Agus, pelemahan nilai tukar melanda tidak hanya negara-negara di kawasan, melainkan juga dialami oleh negara-negara maju.
Dia menjelaskan, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh penguatan mata uang AS (USD) terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based).
“Penguatan dolar AS dampak dari berlanjutnya kenaikan suku bunga obligasi negara AS hingga mencapai 3,03 persen, tertinggi sejak tahun 2013,” kata Agus saat jumpa pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Selain itu, kata Agus, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran Utang Luar Negeri, pembiayaan impor, dan dividen.
Rupiah memang depresiasi sebesar -0,88 persen secara month to date.
Namun, kata Agus angka itu relatif lebih rendah dari dolar Singapura yang terdepresiasi -1,17 persen, baht Thailand yang melemah -1,12 persen, Ringgit Malaysia terdepresiasi -1,24 persen, won Korea Selatan terdepresiasi -1,38 persen dan rupee India terdepresiasi -2,4 persen.
Baca: BI Intervensi Pasar, Rupiah Pagi Ini Menguat ke Posisi Rp 13.875 Per Dolar
Baca: Mayday Madnes 2018, 75 Platform E-Commerce Gelar Pesta Diskon Online Hingga 97 Persen
“Jadi kalau seandainya ada batas psikologis bahwa Rp 13.900 tembus, Rp 14.000 tembus kayaknya menembus bilangan besar, padahal seara persentase, depresasi Indonesia tidaklah besar,” pungkas Agus.
Dia juga membeberkan, fundamental perekonomian dalam negeri cukup kuat. Hal itu terlihat dari inflasi masih sesuai dengan kisaran 3,5+1 persen, defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman 3 persen PDB.
Kepercayaan asing juga terus membaik yang tercermin pada upgrade rating Indonesia oleh Moody’s, JCRA, dan R&I serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index.