Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Analis: Harga Minyak Mentah Diprediksi Tetap Tinggi Sepanjang 2018

Venezuela juga dalam pantauan investor karena ada isyarat lebih lanjut bahwa industri minyak memasuki fase baru yang berbahaya.

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in Analis: Harga Minyak Mentah Diprediksi Tetap Tinggi Sepanjang 2018
BUSINESSAMLIVE
Hussein Sayed, analis pasar uang dan Chief Market Strategist dari ForexTime (FXTM) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga minyak mentah di pasar dunia diprediksi akan tetap tinggi sepanjang tahun 2018 ini.

Hussein Sayed, analis pasar uang yang juga Chief Market Strategist dari ForexTime (FXTM) dalam ulasannya hari ini, Selasa (3/7/2018) menyatakan, keputusan OPEC dan para anggota non-OPEC untuk meningkatkan pasokan minyak mentah sekitar satu juta barel mulai 1 Juli dianggap sebagai faktor negatif untuk harga minyak

Meski demikian, peningkatan pasokan dari sebagian anggota OPEC dan non-OPEC akan diimbangi oleh penurunan pasokan sebagian negara lainnya.

"Hasil akhirnya sulit diterka oleh para investor," ujar Hussein Sayed.

Baca: Analis Pasar Uang: Ada Potensi Rupiah Makin Melemah, Bisa Mendekati 14.500/USD

Dia menambahkan, ekspor minyak Iran saat ini kembali terkena sanksi Pemerintah AS setelah Presiden Donald Trump membatalkan kesepakatan nuklir.

Venezuela juga dalam pantauan investor karena ada isyarat lebih lanjut bahwa industri minyak memasuki fase baru yang berbahaya.

Pasokan minyak dari Libya juga terpapar risiko negatif dari kekacauan politik saat ini.

Berita Rekomendasi

"Ketiga negara ini dapat menyumbang penurunan pasokan hingga dua juta barel per hari pada akhir 2018, sehingga harga minyak mungkin akan tetap tinggi pada tengah tahun kedua 2018," ungkap Hussein Sayed.

Menyikapi situasi kurang menguntungkan ini, dia merekomendasikan agar investor dan trader juga terus memantau imbal hasil obligasi Treasury AS.

"Selisih antara imbal hasil obligasi jangka pendek dan jangka panjang AS menyempit ke level paling rendah sejak 2007, dan semakin kita mendekati inversi kurva imbal hasil, peluang terjadinya resesi semakin besar," ungkap Hussein Sayed.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas