Asosiasi Petani Tebu: Gula Impor Bikin Gula Lokal Mulai Tak Laku di Pasar
"Petani tebu hari ini agak sulit menjual gula di pasar karena gula eks impor yang beredar di pasar agak melebihi kebutuhan," ujar Soemitro
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Abdul Basith
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani tebu mendesak pemerintah melakukan perhitungan yang matang untuk impor gula pada tahun ini. Mereka menilai, impor gula yang berlebih terus menekan harga gula di petani dan membuat petani lokal merugi akibat harga yang jatuh.
Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, adanya gula impor membuat gula petani mulai tidak laku di pasar.
"Petani tebu hari ini agak sulit menjual gula di pasar karena gula eks impor yang beredar di pasar agak melebihi kebutuhan," ujar Soemitro saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara bersama petani tebu lain, Rabu (6/2/2019).
Soemitro menegaskan bahwa petani tebu tidak alergi terhadap impor. Ia memahami bahwa produksi gula petani masih belum memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia.
Baca: Imigrasi Bandara Soetta Tolak Ratusan WNA Masuk Indonesia, Ini Alasannya
Selain gula impor untuk konsumsi, gula petani juga terganggu oleh impor Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKR yang digunakan untuk kebutuhan industri tersebut merembes ke pasar konsumsi.
"GKR masih bocor, ini karena kelebihan kuota impor yang diberikan," terangnya.
Baca: Kemahalan, Pengusaha Logistik Minta Pemerintah Turunkan Tarif Tol Trans Jawa
Meski begitu, pemerintah telah meminta kepada Perum Bulog untuk menyerap gula petani. Gula petani diserap pemerintah dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 9.700 per kilogram (kg).
Namun, Soemitro bilang harga tersebut masih di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) sebesar Rp 10.500 per kg. Selain itu, serapan yang dilakukan Bulog pun hanya pada gula petani yang diproduksi di pabrik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).