Rp 110 Miliar Rekening Giro Nasabah Dibobol, Ini Tanggapan BTN
Nilai dana SAN Finance yang hilang mencapai angka 44 % dari total dana yang dimasukkan senilai Rp 250 miliar dalam bentuk giro.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Surya Artha Nusantara Finance (SAN Finance) masih menunggu pengembalian dana sebesar Rp 110 miliar yang dibobol pada 2016 silam dari rekening mereka di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Perusahaan pembiayaan alat berat milik Grup Astra ini menjadi satu dari empat perusahaan yang jadi korban pembobolan dana di bank pelat merah tersebut.
Nilai dana SAN Finance yang hilang mencapai angka 44 % dari total dana yang dimasukkan senilai Rp 250 miliar dalam bentuk giro.
Tribunnews mencoba mengkonfirmasi terkait hal ini kepada manajemen Bank BTN.
Penanggungjawab Sementara (PJS) Corporate Secretary BTN Eko Waluyo mengatakan pihaknya selama ini menghormati putusan Pengadilan yang telah inkracht.
Terkait putusan pengadilan itu, SAN Finance sebelumnya telah melakukan pengajuan gugatan ke Mahkamah Agung pada 2017 lalu, namun ditolak pada Januari 2019.
"Bank BTN taat asas dan taat hukum dalam melaksanakan semua produk hukum dan perintah putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," ujar Eko, dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews, Senin (4/11/2019) malam.
Dia mengatakan, BTN menghormati upaya Peninjauan Kembali (PK) yang tengah diajukan oleh SAN Finance. Namun Eko berharap agar SAN Finance juga menghormati proses hukum yang tengah berlangsung saat ini terkait kasus tersebut.
"Semua pihak yang terkait, diharapkan dapat menghormati proses hukum yang sedang berjalan dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip hukum yang berlaku," kata Eko.
Eko mengatakan, gugatan PT SAN Finance di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan perkara nomor : 154/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 14 Maret 2017 telah diputus pada tingkat Kasasi Mahkamah Agung dengan amar putusan Menolak gugatan PT SANF untuk seluruhnya dan dengan demikian putusan dimaksud telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Eko menyatakan pihaknya telah mengerahkan upaya dalam penyelamatan dana nasabah, termasuk yang dialami oleh SAN Finance.
Pelaporan tersebut telah dilakukan ke Polda Metro Jaya pada 21 November 2016 silam dengan Laporan Polisi Nomor : TBL/5738/XI/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus.
"Bank BTN telah responsif dan turut membantu menyelamatkan dana nasabah dengan telah melaporkan kejahatan perbankan tersebut ke Polda Metro Jaya pada tanggal 21 November 2016," papar Eko.
Karena itu ia menegaskan, melalui upaya tersebut, BTN telah menunjukkan komitmennya dalam membantu penyelesaian kasus ini, tanpa mengurangi prinsip prudential banking.
"Hal ini membuktikan bahwa Bank BTN telah patuh menjalankan prinsip-prinsip prudential banking dalam operasionalnya dan mengedepankan good corporate governance pada layanan nasabahnya," pungkas Eko.
Terkait kasus ini, setelah SAN Finance kehilangan Rp 110 miliar pada 2016 silam, perusahaan itu pun akhirnya memutuskan untuk menarik seluruh dana yang tersisa yakni sebesar Rp 140 miliar.
Direktur SAN Finance Naga Sujady mengatakan dana yang dibobol itu hingga kini belum kembali.
"Kami menempatkan dana di BTN dengan rekening yang sama, sekarang baru kembali Rp 140 miliar, sisanya belum. Kalau Rp 140 miliar bisa kembali, kok Rp 110 nggak bisa," ujar Naga, di Menara FIF, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Pihaknya pun hingga kini masih terus mengupayakan langkah hukum, satu diantaranya yakni pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 3 Oktober lalu.
Sementara itu, Legal, Corporate Secretary & Compliance Department Head SAN Finance Davin Susanto menjelaskan bahwa pihaknya mengambil langkah terbaru yakni pengajuan PK untuk menindaklanjuti putusan pidana terkait kasus pembobolan ini.
Ia mengatakan bahwa setelah Kepala Kantor Kas BTN Cikeas dinyatakan bersalah atas kasus tersebut, maka SAN Finance pun mencoba kembali untuk pengajuan PK.
Saat ini, pelaku pembobolan pun telah divonis tujuh tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana perbankan, penggunaan surat palsu serta pencucian uang.
"Jadi, atas dasar itulah, setelah kita telaah di putusan kasasinya dan kita tinjau lebih lanjut, ternyata sudah ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap, kami temukan dan kami konfirmasi, atas dasar itulah (PK) kita ajukan lagi," jelas Davin.
Perlu diketahui, pembobolan tersebut dilkukan terhadap empat perusahaan termasuk SAN Finance, sementara tiga lainnya meliputi PT Asuransi Umum Mega (AUM), PT Global Index Investindo dan PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia (AJMI).
Total nilai pembobolan itu mencapai angka Rp 250 miliar dan dilakukan di sejumlah kantor cabang BTN pada 2016 silam.