Dalam Omnibus Law, Perusahaan Hanya Dikenai Sanki Perdata
Ketua Task Force Omnibus Law Rosan P Roeslani mengungkapkan 11 poin dalam program Omnibus Law, di antaranya yakni terkait pengenaan sanksi.
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Task Force Omnibus Law Rosan P Roeslani mengungkapkan 11 poin dalam program Omnibus Law, di antaranya yakni terkait pengenaan sanksi.
Rosan merincikan, poin ini mengatur tentang sanksi terhadap perusahaan tidak bisa dalam bentuk pidana, melainkan denda saja atau perdata.
"Pengenaan sanksi itu lebih kalau perusahaan ini kena sanksi denda bukan pidana. Intinya itu kan, perusahaan ini garis besarnya saja," ujarnya di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Setelah dapat persetujuan DPR, perizinan terhadap 11 poin tersebut semuanya dijadikan satu melalui payung hukum Undang-undang (UU) Omnibus Law.
"Selama ini lintas kementerian yang dikeluhkan. Selama ini izin pemerintah pusat dan daerah berbeda, ini yang disatukan," kata Rosan.
Baca: Mahfud MD: Yang Ribut soal Omnibus Law Biasanya yang Tak Paham Substansi
Sementara, ia menambahkan, peran Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia cukup krusial dalam mensosialisasikan program baru ini agar berjalan mulus dalam implementasinya.
"UU begini kita lihat pasal per pasal agar di lapangan tidak kendala. Makanya peran Kadin disini signifikan supaya jalan di lapangan," pungkas ketua umum Kadin Indonesia tersebut.
Adapun 11 poin dalam Omnibus Law yakni penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, serta
kemudahan berusaha.
Selain itu terkait dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan,
kemudahan proyek pemerintah, dan
kawasan ekonomi khusus.