Soal Ekspor Baby Lobster, Akademisi IPB: Jangan Berprasangka Buruk Dulu
Kebijakan ekspor baby lobster dinilai bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya para nelayan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan ekspor baby lobster dinilai bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya para nelayan.
Wacana melegalkan pengiriman benur-baby lobster- bisa menekan penyelundupan yang nilainya mencapai triliunan.
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Riza A Pasaribu mengatakan jika melihat fakta yang terjadi maka sering terjadi kebocoran.
"Imbasnya membuat negara lain menikmati hasil dari benur lobster yang diselundupkan ke luar negeri,” ujar dia melalui keterangan tertulisnya, Selasa (24/12/2019).
Riza menambahkan bahwa jika terjadi kebocoran seperti yang dimaksud maka lebih baik keran ekspor dibuka dan diresmikan.
“Tinggal diperkuat sisi pengawasannya,” jelas Dosen Departemen Imu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan itu.
Baca: Dirjen Budidaya KKP: Nilai Ekspor Udang Naik 250 Persen
Dia menjelaskan, dibuka keran ekspor benur lobster akan menambah pemasukan bagi negara.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa ”Bumi , air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
“Jika dengan melakukan ekspor benur lobster dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, khususnya nelayan, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan hal tersebut,” jelas dia.
Riza paham hal yang menjadi kekhawatiran bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan juga bagi pemerhati lingkungan, yakni terkait kekhawatiran menurunnya tingkat produksi dari lobster yang ada di alam.
“Jalan satu-satunya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan konsep perikanan yang berkelanjutan, dalam hal ini adalah melakukan budidaya perikanan komoditi lobster dengan menggunakan metode dan teknik yang terukur serta menggunakan prinsip-prinsip lingkungan yang baik,” beber dia.
Riza menambahkan, Indonesia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia (108.000 km), luas laut teritorial 290.000 km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3 juta km2, membuat Indonesia memiliki lahan kelautan yang cukup luas untuk melakukan budidaya ini.
Di samping itu, Kemajuan teknologi sekarang dapat dengan mudah melakukan penentuan daerah yang cocok untuk melakukan budidaya lobster ini, “Salah satunya dengan menggunakan teknologi pengindraan jauh,” kata dia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan budidaya perikanan di Indonesia berjalan dengan sangat lambat.
Penyebabnya tak lain karena berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan lingkungan, kondisi sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi.
“Pemerintah harus menjalankan fungsi regulator dengan baik dan membuat aturan yang dapat membuat seluruh elemen yang terkait merasa diuntungkan dan terjamin dengan adanya rencana ekspor benur lobster ini,” pungkasnya.