BPS Sebut Pedagang Pintar, Naikkan Rokok Pelan-pelan Biar Pelanggan Tak Kabur
Aturan baru mengenai tarif cukai tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM - Per 1 Januari 2020, pemerintah resmi memberlakukan aturan baru mengenai tarif cukai rokok.
Aturan baru mengenai tarif cukai tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, meski baru berlaku di awal tahun ini, sejak beberapa bulan lalu harga rokok perlahan telah mengalami kenaikan.
Hal tersebut ditunjukkan oleh dominasi andil atau sumbangan inflasi untuk rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih masing-masing sebesar 0,01 persen terhadap keseluruhan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada Desember 2019.
"Kemarin saya sudah bilang dalam beberapa bulan terakhir rokok pelan-pelan akan naik. Jadi di sana penjualnya juga pintar dong, dia enggak mungkin naikin drastis. Kalau drastis semua akan kabur, dia harus pasang strategi," ujar Suhariyanto di Jakarta, Kamis (2/1/2020).
"(Harga) rokok sudah naik banyak setiap bulan, rokok kretek, kretek filter dan rokok putih masing-masing andilnya sudah 0,01 persen, dia tiap bulan inflasinya 0,03 persen kalau diperhatikan," jelas dia.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen.
Kenaikan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen. Sementara, terkait batas waktu pelekatan pita cukai masih dapat dilekatkan paling lambat tanggal 1 Februari 2020.
Baca: Cukai Rokok Resmi Naik Sejak 1 Januari 2020, Ini Harga Rokok di Minimarket dan Toko Kelontong
Suhariyanto pun mengatakan, secara keseluruhan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,29 persen.
Seluruh subkelompok pada kelompok tersebut mengalami inflasi, untuk subkelompok makanan jadi sebesar 0,19 persen, sublelompok minuman tidak beralkohol sebesar 0,31 pesen, dam subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 0,50 persen.
Untuk indeks harga konsumen (IHK) pada Desember 2019 terjadi inflasi sebesar 0,34 persen. Sementara untuk inflasi tahun kalender 2019, inflasi tercatat sebesar 2,72 persen. Angka tersebut jauh dari target pemerintah yaitu sebesar 3,5 plus minus 1 persen.
Suhariyanto menjelaskan, dari 82 kota IHK 72 kota mengalami inflasi dan 10 kota lainnya mengalami deflasi.
"Perkembangan harga komoditas di Desember 2019 secara umum menunnjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 82 kota inflasi terjadi inflasi sebesar 0,34 persen, dengan inflasi Desember 0,34 persen dan inflasi tahun 2019 2,72 persen," ujar Suhariyanto.