Komisi VII DPR Curiga Ada 'Abuse Of Power' dalam Nikel
HIPMI Policy Discussion dengan tema "Prospek Indonesia Nikel dalam Negeri" di Sahid Sudirman Center.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seringkali persoalan usaha dan bisnis di Indonesia tidak bisa dilakukan dengan pendekatan ekonomi.
Bahkan, dalam sejumlah kasus, justeru pendekatan politik yang bisa mengatasi persoalan di bidang usaha dan bisnis. Terutama usaha-usaha yang terkait dengana penambangan, termasuk nikel.
Demikian disampaikan Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, saat menjadi menjadi pembicara dalam acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Policy Discussion dengan tema "Prospek Indonesia Nikel dalam Negeri" di Sahid Sudirman Center, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Selain Sugeng, hadir sebagai pembicara Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso, Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif, Sekertaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani.
Selain itu, hadir juga Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan Lingkungan Hidup Bidang Mineral dan Batubara KADIN Agus Pramono dan Perwakilan Kementerian Perindustrian Bimo Pratomo.
Dalam acara ini, hadir juga Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak.
Sugeng menduga persoalan dalam kasus Nikel ini. Misalnya, terkait dengan Permen ESDM nomor 11 tahun 2019 yang menggantikan PP Nomor 1/2017.
Sehingga larangan ekspor nikel yang seharusnya baru dimulai tahun 2022, justeru dipercepat menjadi per 1 Januari 2020. Hal ini selain merugikan pengusaha tambang nikel, juga menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah.
"Ini layak dibentuk Pansus, jangan-jangan ada abuse of power. Saya merasa di kasus nikel ini ada abuse of power," ungkap Sugeng, yang disambut tepuk tangan hadirin.
Sugeng menekankan bahwa saat ini, DPR memiliki fungsi lain selain fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan. Yaitu fungsi problem solving.
Artinya DPR berfungsi juga untuk mencari solusi dan jalan keluar atas persoalan-persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.
Karena itu, Sugeng memastikan Komisi VII DPR akan melakukan kunjungan kerja ke lapangan secara spesifik terkait dengan persoalan ini.
Sebelumnya, dalam kesempatan ini, Sekjen APNI Meidy Katrin Lengkey, mengatakan bahwa akibat larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari ini ada ada 3,8 juta ton nikel dengan kadar 1,7 persen yang tidak jelas statusnya.
Biji nikel yang semula akan diekspor ini tak bisa lagi dieskpor dengan diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.