Ekspor Alat Medis Primer dari China Melonjak Jadi 1,5 Miliar Dolar AS
Ekspor persediaan medis dari negara tersebut melonjak tajam mencapai USD 1,45 miliar atau setara 10,2 miliar yuan
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Saat virus corona (Covid-19) mulai mewabah di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS), China menangguk untung.
Ekspor persediaan medis dari negara tersebut melonjak tajam mencapai USD 1,45 miliar atau setara 10,2 miliar yuan karena kebutuhan mendesak dari banyak negara untuk memerangi pandemi corona yang mematikan itu.
Pasokan utamanya, termasuk miliaran masker, jutaan pakaian pelindung dan detektor suhu inframerah, serta 16.000 unit ventilator telah dikirim ke luar negeri dalam waktu satu bulan terakhir, yakni sejak 1 Maret hingga 4 April lalu.
Seperti yang disampaikan Administrasi Umum Kepabeanan negara itu yang mengumumkan pada hari Minggu kemarin waktu setempat.
Baca: Pesan Mulyono, Pengemudi Ojol yang Ditipu Penumpang, Jangan Diapa-apakan, Jangan Dihakimi. . .
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (7/4/2020), menurut Departemen Perdagangan China, ekspor pasokan medis telah mengalami peningkatan.
Baca: Kisah Heroik J, Meninggal Tertimbun Longsor demi Selamatkan Ibunya yang Lumpuh
Melihat hal tersebut, pemerintah China pun tidak akan memberlakukan pembatasan pada pengiriman vital ini.
Hingga Sabtu lalu, 54 negara dan 3 organisasi internasional telah menandatangani kontrak pengadaan komersial untuk pasokan medis dengan China.
Baca: Prof Chaerul Anwar Nidom Beberkan Inovasi BCL dan Super Antioksidan untuk Usir Covid-19
Kementerian Perdagangan China pun tampaknya bereaksi terhadap beberapa laporan yang menyatakan bahwa negara-negara Eropa telah menerima pasokan medis yang salah dari China.
Perwakilan dari kementerian itu kemudian mengultimatum kepada seluruh produsen China yang ketahuan mengirimkan barang medis dengan kualitas rendah akan menghadapi sanksi yang berat.
Perlu diketahui, China merupakan negara pertama yang terinfeksi virus corona pada akhir tahun lalu.
Virus ini kemudian dikenal sebagai pandemi karena menyebar secara cepat ke seluruh dunia, dengan lebih dari 1,2 juta kasus dan hampir 65.000 kematian terkonfirmasi terjadi di seluruh dunia pada hari Minggu kemarin.
AS, negara yang menjadi rival bisnis China pun saat ini dinyatakan sebagai negara yang paling parah terkena dampak dari total jumlah kasusnya, dengan lebih dari 300.000 orang terinfeksi, dan lebih dari 8.500 dinyatakan meninggal.
Sementara itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa juga tengah berjuang mengatasi kekurangan peralatan medis dan peralatan pelindung yang diperlukan untuk mengurangi potensi tertularnya staf medis terhadap corona.
Karena ini akan memperburuk situasi penanganan terhadap pasien corona di negara-negara tersebut.
Dalam dokumen yang diperoleh Reuters pada bulan Maret lalu, menunjukkan bahwa pemasok regional hanya dapat memenuhi sepuluh persen dari permintaan alat medis.
Sedangkan AS juga menderita kekurangan peralatan medis, dan bahkan dituding telah membajak pengiriman masker yang seharusnya dikirim ke sekutunya, Prancis dan Jerman.