Teknologi Hidrometalurgi TMM Diklaim Mampu Hasilkan Nikel Murni
nikel kelas satu diklasifikasikan sebagai produk nikel dengan kadar di atas 99,80 persen, yang dibutuhkan sebagai bahan baku baterai mobil listrik
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Trinitan Metals and Minerals Tbk (TMM), telah merampungkan proses uji kelayakan untuk ekstraksi Nikel menggunakan teknologi Hidrometalurgi Roasting-Leaching-Electrowinning Process (RLEP).
Perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan metal dan mineral tersebut mengklaim bahwa teknologi baru yang mereka kembangkan mampu mengolah bijih (Ore) nikel laterit kadar 1,0 persen sekalipun menjadi logam nikel murni berkadar 99,96 persen.
Hydro Project Leader PT Trinitan Metals and Minerals Tbk, Marjohan Satria menjelaskan bahwa teknologi RLEP berbeda dari teknologi Hidrometalurgi yang umum digunakan oleh smelter di Indonesia saat ini, yakni High Pressure Acid Leaching (HPAL).
“Teknologi RLEP mampu memproduksi nikel murni berkadar 99,96 persen (nikel kelas satu) lebih cepat dan dengan tingkat risiko yang lebih rendah. Bahkan perolehan (yield) nikel dapat mencapai 95%,” ungkapnya dilansir Kontan.co.id.
Adapun produk nikel sendiri dibagi ke dalam dua kelas, yaitu kelas satu dan kelas dua.
Dikutip dari laporan McKinsey&Company pada November 2017, nikel kelas satu diklasifikasikan sebagai produk nikel dengan kadar di atas 99,80 persen, yang dibutuhkan sebagai bahan baku baterai mobil listrik.
Sedangkan nikel kelas dua adalah produk nikel dengan kadar di bawah 99,80 persen, yang umum digunakan untuk produk stainless steel.
Selain itu, Marjohan juga menerangkan bahwa proses pemurnian nikel menggunakan teknologi RLEP melewati tiga langkah utama.
Pertama, bijih nikel dipanaskan terlebih dahulu melalui proses Roasting untuk menghilangkan kadar air di dalamnya.
Setelah kadar air hilang, bijih nikel kemudian diolah menggunakan bahan kimia Sulfuric Acid dalam proses Leaching untuk memisahkan kandungan logam lainnya. Proses tersebut menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang telah memiliki kadar nikel sekitar 30%.
Pada tahap terakhir, MHP dilarutkan kembali ke dalam larutan kimia dan dimurnikan menggunakan arus listrik dalam proses Electrowinning hingga seluruh logam Nikel yang terkandung dalamnya dapat diekstraksi.
Marjohan memastikan bahwa tidak ada limbah padat maupun cair yang terbuang dan berpotensi merusak lingkungan dalam pengaplikasian teknologi RLEP ini.
"Limbah residu padat yang dihasilkan dari pemurnian nikel akan diolah kembali menjadi bata untuk bangunan. Bahan kimia Sulfuric Acid yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi juga dapat didaur ulang terus menerus sehingga biaya operasi dapat menjadi jauh lebih rendah," paparnya.
Untuk diketahui, dalam laporan McKinsey pada tahun 2017 yang berjudul "The Future of Nickel: A Class Act" tersebut, permintaan nikel kelas satu diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2025 akibat pesatnya perkembangan industri mobil listrik global.
Oleh karena itu, Direktur Operasional PT Trinitan Metals and Minerals Tbk, Widodo Sucipto meyakini bahwa teknologi hidrometalurgi RLEP yang mampu menghasilkan nikel murni berkadar 99,96 persen (nikel kelas satu) dapat dimanfaatkan untuk mengakselerasi industri mobil listrik nasional, sekaligus mendukung program pemerintah terkait hilirisasi nikel agar dapat mendatangkan keuntungan besar bagi bangsa Indonesia.
Sebagai informasi, setelah merampungkan proses uji kelayakan, PT Trinitan Metals and Minerals Tbk membuka kesempatan kerjasama selebar-lebarnya dengan para penambang yang ingin mengolah ore nikel kadar rendah bahkan hingga kadar 1,0 persen. (*)