Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Begini Respons Menko Perekonomian hingga Pakar Hukum Tata Negara

Iuran BPJS Kesehatan kembali naik, dan akan berlaku mulai 1 Juli 2020 mendatang. Sejumlah pihak beri tanggapan.

Penulis: Nuryanti
Editor: Ifa Nabila
zoom-in Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Begini Respons Menko Perekonomian hingga Pakar Hukum Tata Negara
Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella
Ilustrasi BPJS Kesehatan 

TRIBUNNEWS.COM  - Iuran BPJS Kesehatan kembali naik, dan akan berlaku mulai 1 Juli 2020 mendatang.

Kenaikan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya juga menaikkan iuran BPJS Kesehatan, tapi Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut.

Dikutip dari Kompas.com, kenaikan iuran dalam Perpres terbaru tak mencapai seratus persen.

Sehingga jumlahnya lebih kecil dari perpres yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Perpres terbaru juga menerapkan subsidi dari pemerintah bagi peserta kelas III.

Namun, aturan subsidi itu tak terdapat dalam perpres yang lama.

Baca: Iuran BPJS Naik Lagi, Rincian Lengkap Biaya BPJS Kesehatan 2020-2021 Berubah per Juli

Baca: Sudah Dibatalkan MA, Iuran BPJS Kesehatan Kok Kembali Naik? Kinerja Direksi Dipertanyakan

Baca: Sebelum Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Harusnya Pemerintah Perbaiki Layanan

Berita Rekomendasi

Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini lalu mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.

Berikut tanggapan sejumlah pihak soal iuran BPJS Kesehatan yang naik lagi:

Menko Perekonomian

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut, kenaikan iuran BPJS untuk menjaga keberlanjutan BPJS kesehatan itu sendiri.

"Kemudian yang terkait dengan BPJS sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," kata Airlangga, Rabu, (13/5/2020), seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.

Ia mengatakan, iuran BPJS tersebut ada yang disubsidi pemerintah, dan ada yang tidak .

"BPJS Kesehatan itu selalu ada dua 1 ada kelompok masyarakat yang disubsidi dan ada yang membayar iuran, dipotong untuk iuran, tetapi terhadap keseluruhan operasionalisasi BPJS dirasakan diperlukan subsidi pemerintah," jelas Airlangga.

Menko Airlangga ditemui di kantornya, Jakarta
Menko Airlangga ditemui di kantornya, Jakarta (Tribunnews/Yanuar Riezqi Yovanda)

BPJS Watch

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengkritik kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.

"Saya kira masih banyak cara mengatasi defisit, bukan dengan menaikkan iuran apalagi di tengah resesi ekonomi saat ini," kata Timboel dalam catatannya, Rabu (13/5/2020).

Ia menilai, Jokowi perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh termasuk kinerja direksi BUMN peyelenggara BPJS.

"Presiden harus melakukan evaluasi kepada seluruh anak buahnya yang terkait JKN, terutama evaluasi kinerja Direksi BPJS Kesehatan," ungkap dia.

Baca: KPCDI Sayangkan Langkah Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan di Tengah Pandemi Covid-19

Baca: Arief Poyuono: Kenaikkan Iuran BPJS Kesehatan Bikin Rakyat Sebel Jokowi

Baca: Respons Mahkamah Agung Sikapi Kebijakan Pemerintah Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan

"Seharusnya pemerintah berusaha bagaimana agar daya beli masyarakat ditingkatkan dan pelayanan BPJS Kesehatan juga ditingkatkan, baru lakukan kenaikan iuran JKN," jelas Timboel.

Pakar Hukum Tata Negara

Dikutip dari Kompas.com, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, langkah Jokowi tersebut bertentangan dengan putusan MA.

"Tidak boleh lagi ada peraturan yang bertentangan dengan putusan MA. Sebab itu sama saja dengan menentang putusan peradilan," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).

Direktur Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).
Direktur Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019). (Tribunnews.com/ Taufik Ismail)

Menurutnya, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.

"Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," terangnya.

Ia menyebut, langkah presiden untuk menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan.

"Seberapapun jumlah (kenaikan iuran)-nya, maka tidak benar kenaikan (iuran) BPJS," imbuh Feri.

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Demokrat: Pemerintah Jangan Bawa Rakyat Susah

Baca: Iuran BPJS Naik, Komunitas Pasien Cuci Darah Bakal Kembali Ajukan Uji Materi ke MA

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Kok Naik Lagi? Pengusaha Mengaku Berat, Apalagi Masyarakat. . .

Rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres 64/2020 sebagai berikut:

Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.

(Tribunnews.com/Taufik Ismail/Reynas Abdila) (Kompas.com/Ihsanuddin/Fitria Chusna Farisa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas