Skema 'Bank Jangkar dan 'Bank Pelaksana' Dikhawatirkan Munculkan Masalah Baru
Bantuan likuiditas ini akan diperoleh bank pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada bank jangkar.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengkritisi rencana kebijakan yang akan menjadikan sejumlah bank-bank terbesar di Indonesia untuk menjadi penyangga likuiditas atau bank jangkar bagi industri perbankan.
Hal itu dikhawatirkan akan membuat bank-bank sehat akan ikut bermasalah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bank-bank yang selama ini menjadi pemasok di pasar uang antarbank (PUAB) akan menjadi bank jangkar.
Fungsi bank jangkar ini adalah penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat Covid-19 atau disebut bank pelaksana.
Bantuan likuiditas ini akan diperoleh bank pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada bank jangkar.
“Skema kebijakan ini harus diperiksa ulang. Jika bank-bank sehat diminta menyangga persoalan bank-bank bermasalah, akan ada masalah baru. Bank sehat sangat mungkin ikut terjerat problem bank yang disangganya,” kata Juru Bicara PSI, Benny Kisworo, dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/5/2020).
Baca: Eone Laboratories Korea dan Hemera Group Tawarkan Bangun Lab Covid-19 di Indonesia
Benny menyatakan jika ada bank-bank nasional yang bermasalah, cukup diselesaikan secara business to business saja.
“Bisa restrukturisasi, penundaan pembayaran bunga atau pokok utang, “ ujarnya.
Baca: BREAKING NEWS: Pos Polisi di Paniai Diserang, Satu Polisi Dianiaya dan 4 Pucuk Senjata Api Dirampas
Benny juga menegaskan bahwa para pengelola bank sehat sekarang sudah sibuk mengurusi kredit macet dari para debiturnya sendiri.
"Jangan ditambah kredit-kredit masalah dari bank lain," ujarnya.
Baca: Waspadai Titik Rawan Macet di Jalan Tol Menjelang dan Pasca Lebaran, Ini Rinciannya
Bagaimana pun, lanjut Benny, menjadi bank penyangga akan memunculkan risiko dan tanggung jawab tambahan.
“Bank jangkar dapat bermasalah, jika tidak terdapat acuan pengelolaan dana dan mekanisme penyaluran yg tertuang dalam payung hukum. Jangan sampai nanti Bank jangkar ini menjadi bemper atas resiko-resiko yg sangat mungkin terjadi. Terutama seperti pada kebijakan BLBI misalnya,” ungkap Benny.
Meskipun Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, memastikan akan ada penjaminan risiko oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), nyatanya bank jangkar masih tetap harus membayar bunga penempatan ke pemerintah jika terjadi gagal bayar dari bank pelaksana.
Benny menambahkan bahwa akan lebih bijak jika dana talangan digunakan untuk membantu UMKM.
“Motivasinya baik untuk membantu pemulihan perekonomian. Tapi kami menolak ide ini. Lebih baik dananya dipakai untuk membantu rakyat dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sedang kesulitan di bank-bank Himbara," ujar Benny.