Kemenkeu Respons Skenario Defisit APBN hingga Ekonomi Tumbuh Negatif
Febrio Kacaribu mengatakan, perubahan atau revisi jumlah anggaran yang diusulkan perlu payung hukum yang jelas.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2020 yang memuat postur APBN setelah adanya pandemi Covid-19.
Perpres akan direvisi untuk menampung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebelumnya tidak diatur.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, perubahan atau revisi jumlah anggaran yang diusulkan perlu payung hukum yang jelas.
Baca: PSBB di DKI Jakarta Diperpanjang, Warga Diminta Berdiam di Rumah, Kegiatan Ekonomi Masih Tutup
Selain itu, juga kecepatan merespons kenyataan ekonomi yang terjadi di lapangan agar dampak virus corona atau Covid-19 tidak makin dalam.
"Perubahan postur APBN dilakukan dengan Perpres 54/2020 perlu cepat, dengan melihat apa yang terjadi ekonomi di lapangan," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Kamis (4/5/2020).
Febrio menjelaskan, pandemi Covid-19 membuat defisit yang baru diajukan sebesar 6,54 persen, sebelumnya 5,07 persen.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi diprediksi hingga negatif 0,4 persen dengan skenario sangat berat dan 2,3 persen dengan skenario berat.
"Namun semua dilakukan secara terukur dan didesain tepat sasaran," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, pendapatan negara juga diprediksi akan turun dari Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.699,1 triliun atau turun sebesar Rp 61,7 triliun.
Di sisi lain, lanjut Febrio, belanja negara diprediksi naik dari Rp 2.613,8 triliun menjadi Rp 2.738,4 triliun atau naik Rp 124,5 triliun.
"Belanja naik termasuk untuk kompensasi diskon listrik dan penanganan dampak Covid-19," pungkasnya.
Sebagai informasi, total biaya penanganan Covid-19 adalah Rp 677,20 triliun.
Adapun biaya PEN tanpa memasukkan pos kesehatan adalah Rp 589,65 triliun yang dibagi 2 untuk stimulus demand (permintaan/pengeluaran masyarakat untuk konsumsi) terkait perlindungan sosial Rp 205,20 triliun dan stimulus supply (penawaran/produksi) agar dunia usaha bertahan Rp 384,45 triliun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.