Anggota DPR Nilai Skema Dana Talangan Buat Garuda Berpotensi Jadi Masalah
Deddy menilai Garuda yang sudah mendekati sekarat malah disodori pinjaman, ditambahi beban baru, sementara pemilik saham minoritas seolah tanpa risiko
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Irfan mengatakan, stiumulus yang berbentuk dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun digunakan untuk skema penyelamatan ekonomi terhadap sektor-sektor yang paling terdampak wabah Covid-19.
"Dalam penggunaanya dana talangan ini akan disesuaikan dengan instrumen yang disyaratkan oleh pemerintah," ucap Irfan.
Menurut Irfan, dana talangan merupakan pinjaman sehingga penggunaannya harus melalui pembicaraan bersama.
"Penggunaan dana talangan ini harus dirundingkan, dan mengikutsertakan perusahaan, Kemenkeu serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Irfan.
"Dana talangan ini juga harus disepakati bersama, dalam hal jangka waktu dan skema pembayaran pengembalian dan juga rincian pemakaiannya," lanjut Irfan.
Terkait dana talangan ini, Irfan menjelaskan, pihaknya sedang mengkaji instrumen penggunaanya untuk apa saja. Kemudian Instrumen itu harus diterima oleh Kemenkeu.
"Tetapi kami sudah ada beberapa rencana pemanfaatan dana tersebut, seperti untuk modal kerja yang dan efisiensi perusahaan," ucap Irfan.
Irfan juga mengungkapan, bahwa dana talangan ini akan diturunkan dalam waktu dekat. Mengingat perusahaan saat ini sudah semakin kritis setiap harinya.
"Kami berharap dengan adanya dana ini perusahaan dapat menjadi lebih sehat, seusai wabah Covid-19 ini selesai dan penerbangan kembali normal," kata Irfan.
Sebelumnya, Pemerintah memberikan suntikan dana sebesar Rp 152 triliun ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdampak pandemi Covid-19.
Anggaran tersebut terbagi menjadi tiga skenario, yakni Penyertaan Modal Negara (PMN), pembayaran kompensasi, dan dana talangan.
Untuk dana talangan, ada lima BUMN yang akan mendapatkan dana tersebut, yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 8,5 triliun; Perum Perumnas (Persero) Rp 650 miliar; dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Rp 3,5 triliun.
Ada juga PT Perkebunan Nusantara (Persero) sebesar Rp 4 triliun; serta PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar Rp 3 triliun. (Tribunnews/Nico/Hari)